Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ketika Soekarno Berbicara Keabnormalan Manusia di Dalam Penjara

Tim Okezone , Jurnalis-Jum'at, 20 Agustus 2021 |06:30 WIB
 Ketika Soekarno Berbicara Keabnormalan Manusia di Dalam Penjara
Presiden Soekarno (Foto: Istimewa)
A
A
A

Masyarakat kapitalistis zaman sekarang adalah masyarakat, yang membuat pernikahan suatu hal yang sukar, sering kali pula suatu hal yang tak mungkin. Pencaharian nafkah, -struggle for life- di dalam masyarakat sekarang adalah begitu berat, sehingga banyak pemuda karena kekurangan nafkah tak berani kawin, dan tak dapat kawin.

Perkawinan hanyalah menjadi privilegenya (haklebihnya) pemuda-pemuda yang ada kemampuan rezeki sahaja. Siapa yang belum cukup nafkah, ia musti tunggu sampai ada sedikit nafkah, sampai umur tiga puluh, kadang-kadang sampai umur empat puluh tahun. Pada waktu kesekse-an sedang sekeras-kerasnya, pada waktu ke-sekse-an itu menyala-nyala, berkobar-kobar sampai kepuncakpuncaknya jiwa, maka perkawinan buat sebagian dari kemanusiaan adalah suatu kesukaran, suatu hal yang tak mungkin. Tetapi, ... api yang menyala-nyala di dalam jiwa laki-laki dapat mencari jalan keluar -meliwati satu “pintu belakang” yang hina-, menuju kepada perzinahan dengan sundal dan perbuatan-perbuatan lain-lain jang keji-keji.

Dunia biasanya tidak akan menunjuk laki-laki yang demikian itu dengan jari tunjuk, dan berkata: cih, engkau telah berbuat dosa yang amat besar! Dunia akan anggap hal itu sebagai satu “hal biasa”, yang “boleh juga diampuni”. Tetapi bagi perempuan “pintu belakang” ini tidak ada, atau lebih benar: tidak dapat dibuka, dengan tak (alhamdulillah) bertabrakan dengan moral, dengan tak berhantaman dengan kesusilaan, - dengan tak meninggalkan cap kehinaan di atas dahi perempuan itu buat selama-lamanya.

Jari telunjuk masyarakat hanya menuding kepada perempuan saja, tidak menunjuk kepada laki-laki, tidak menunjuk kepada kedua fihak secara adil. Keseksean laki-laki setiap waktu dapat merebut haknya dengan leluasa, -kendati masyarakat tak memudahkan perkawinan-, tetapi keseksean perempuan terpaksa tertutup, dan membakar dan menghanguskan kalbu.

Perempuan banyak yang menjadi “terpelanting mizan” oleh karenanya, banyak yang menjadi putus asa oleh karenanya. Bunuh diri kadang-kadang menjadi ujungnya." (din)

(Rani Hardjanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement