Tapi kemudian Kaswinah memilih ikut MA Sentot yang membentuk Pemuda Pelopor. Kaswinah diajaknya ikut barisan pemuda itu, hingga mereka sama-sama menggabungkan diri dengan Divisi Siliwangi yang lahir 20 Mei 1946.
“Kata Pak Sentot: ‘Kamu jangan ikut Jepang. Jepang itu orang mana sih? Kamu ikut saya saja’. Enggak lama (setelah proklamasi), tahun 1946 bulan 5 tanggal 20, dibentuk Siliwangi. Di sini dibentuk Pasukan Setan yang awalnya anggotanya sekitar 360 orang,” ungkapnya.
“Disebut Pasukan Setan karena kalau dicari-cari sama Belanda, mereka enggak pernah bisa, kita selalu bisa menghilang dengan cepat. Selain itu juga karena kita punya bendera yang di tengah-tengahnya ada gambar tengkorak. Ada tulisannya PS juga, ‘Pasukan Setan’. Jadi bukan karena kita bisa menghilang (secara gaib),” terang Kaswinah.
Salah satu pertempuran dahsyat yang masuk dalam “track record-nya”, adalah pertempuran di Jembatan Bankir, medio November 1947. Pertempuran di mana Pasukan Setan pimpinan MA Sentot sukses menghantam Belanda dan merampas sejumlah senjata untuk stok pasukan.
“Waktu itu kita dapat kabar dari surat Suyogo, Kepala Rumah Sakit Indramayu yang disampaikan Pak Sudimantoro, bahwa Belanda mau menyerang ke arah markas. ketika itu markas saya ada di Gelarmendala. Setelah itu diperintahkan kita mencegat Belanda di Jembatan Bankir,” lanjutnya berkisah.
“Konvoi Belanda sekitar 13 kendaraan gempar semua itu. Taktiknya diserang mendadak dari depan oleh Pak Slamet, yang dibelakang dihantam sama Pak Sentot. Belanda hancur semua. Kita dapat sembilan senjata: satu (senapan mesin ringan) Bren, laras panjangnya delapan,” pungkas Kaswinah. (din)
(Rani Hardjanti)