Aku menjadikan sungai sebagai kawanku, karena ia menjadi tempat dimana anak‐anak yang tidak punya dapat bermain dengan cuma‐cuma. Dan iapun menjadi sumber makanan. Aku senantiasa berusaha keras untuk menggembirakan hati ibu dengan beberapa ekor ikan kecil untuk dimasak. Alasan yang tidak mementingkan diri sendiri demikian itu pada suatu kali menyebabkan aku kena ganjaran cambuk.
Hari sudah mulai senja. Ketika bapakku melihat bahwa hari mulai gelap dan bocah Sukarno tidak ada dirumah, dia menuntut ibu dengan keras: "Kenapa dia bersenang‐senang tak keruan begitu lama? Apa dia tidak punya pikiran terhadap ibunya? Apa dia tidak tahu bahwa ibunya akan susah kalau terjadi kecelakaan?","Negeri begini kecil, Pak, tidak mungkin kita tidak mengetahui kalau terjadi ketjelakaan," ibu menerangkan. Sekalipun demikian, bapak yang agak keras kepala marah dan ketika aku sejam kemudian melonjak‐lonjak gembira pulang dengan membawa ikan kakap untuk ibu, bapak menangkapku, merampas ikan dan semua yang ada padaku, lalu aku dirotan sejadi‐jadinya.
Tetapi ibu selalu mengimbangi tindakan disiplin itu dengan kebaikan hatinya. Oh, aku sangat mencintai ibu. Aku berlari berlindung ke pangkuan ibu dan dia membujukku. Sekalipun rumput‐rumput kemelaratan mencekik kami, namun bunga‐bunga cinta tetap mengelilingiku selalu. Aku segera menyadari bahwa kasih sayang menghapus segala yang buruk. Keinginan akan cinta kasih telah menjadi suatu kekuatan pendorong dalam hidupku. (din)
(Rani Hardjanti)