INGGRIS – Foto-foto mengerikan menunjukkan rumah yang dihuni enam anak memiliki kondisi yang mengenaskan seperti di daerah kumuh.
Rumah Wirral yang "menjijikkan" tidak memiliki air mengalir dan tertutup oleh kotoran anjing, kotoran tikus, dan popok bekas.
Foto-foto yang ditampilkan di pengadilan antara lain salah satu kamar tidur yang "berantakan", dengan kaleng bekas, nampan plastik, dan bungkusan. Foto kedua menunjukkan sebotol pemutih dan kotoran anjing di lantai.
Seragam sekolah disimpan di sebuah ruangan dengan botol plastik bekas, tas penuh sampah dan wadah cup mie di lantai.
Salah satu anak terlantar kemudian mengatakan "tidak ada yang boleh tinggal di sana" karena muncul layanan sosial pertama kali mengetahui masalah di rumah tersebut 10 tahun yang lalu.
Dilansir dari laporan Liverpool Echo, ibu dan ayah anak-anak tersebut, yang keduanya mengakui kekejaman terhadap anak, akan dijatuhi hukuman pada November mendatang.
(Baca juga: Lansia Disemprot Merica Saat Protes 'Lockdown' Covid-19, Tuai Kecaman di Media Sosial)
Pengadilan Liverpool Crown mendengar polisi dipanggil ke rumah itu awal tahun ini karena keduanya terlibat perdebatan sengit.
"Apa yang mereka hadapi hanya bisa digambarkan sebagai pemandangan kotor yang tak dapat digambarkan, situasi ini lebih mengingatkan pada era kumuh Victoria pada abad ke-21,” terang Trevor Parry-Jones, jaksa penuntut.
Dia mengatakan sampah "bertebaran" di seluruh rumah, tempat tidur susun dan kamar tidur anak-anak "menjijikkan", dan "banyak kotoran anjing" di kedua lantai.
(Baca juga: 3 Orang Ditembak di Acara 'Baby Shower' Usai Pertengkaran)
"Kamar mandi tidak dapat digunakan, toilet kotor, tidak dibersihkan selama beberapa waktu, dan ada kutu hewan pengerat,” lanjutnya.
"Para petugas menunjukkan bahwa popok bekas dan kotoran berlimpah di rumah, dibuang di mana saja." Jaksa menggambarkan kamar mandi sebagai ruangan yang "kotor dan menjijikkan" ditambah dengan "kotoran hewan pengerat,” ujarnya.
"Kondisi bak mandi benar-benar tidak bisa dipercaya . Benda ini telah digunakan sebagai tempat pembuangan sampah,” jelasnya.
Parry-Jones mengatakan kamar tidur anak-anak "kotor" dan di salah satu laci dapat dilihat "salah satu hewan pengerat yang menyebabkan kotoran, mati di dalamnya".
Dia membaca pernyataan dari salah satu anak, yang mengatakan bahwa rumah itu adalah "tempat pembuangan sampah" dan "tidak layak untuk ditinggali".
Dia mengatakan tak satu pun dari orang tua telah mencari bantuan, meskipun mengetahui rumah itu "berbahaya", "tidak sehat" dan "risiko kesehatan yang nyata untuk masing-masing anak".
Dia mengatakan anak-anak telah dibawa ke "penitipan sementara", tetapi "beberapa mungkin sangat terkejut" mendengar pihak berwenang telah terlibat dan kekhawatiran meningkat "selama bertahun-tahun".
"Kesimpulannya adalah anak-anak dibesarkan dalam kondisi yang benar-benar mengerikan dan itu pasti berdampak pada mereka,” terangnya.
Dia mengatakan tidak jelas bagaimana anak-anak mengerjakan tugas sekolah, bagaimana mereka melakukan sesuatu, dan bagaimana mereka bertahan hidup.
Salah satu anak mengatakan tidak ada air yang mengalir, sampah di mana-mana dan "kotoran anjing di mana-mana", yang "menjijikkan". Dia mengatakan rumahnya sudah seperti ini untuk waktu yang lama dan seharusnya tidak ada yang tinggal di sana.
"Bagi saya, kedua orang tua saya yang harus disalahkan atas kondisi ini. Kami hanya butuh bantuan,” terang salah satu anak.
Hakim Andrew Menary, QC, mengatakan bahwa dia tidak diberi bukti apa pun tentang dampaknya terhadap anak-anak dan membutuhkan informasi tentang kondisi setiap anak ketika mereka dirawat; apakah mereka telah menderita kerugian fisik atau psikologis; dan bagaimana kehidupan mereka telah terpengaruh.
Hakim memerintahkan laporan kesejahteraan pada semua anak. Dia mengatakan ini harus memberikan perincian kontak layanan sosial dengan keluarga selama bertahun-tahun, termasuk
"Apakah kurangnya keterlibatan jangka panjang disebabkan oleh kegagalan orang tua untuk bekerja sama, atau penilaian pada saat itu yang tidak layak,” terangnya.
Sidang pengadilan mendengar lorong pintu masuk penuh dengan sampah dapur "dibuang", dengan pintu mesin cuci hilang dan lantai tertutup sisa-sisa makanan dan kotoran tikus.
Ruang tamu tidak memiliki karpet dan lantainya kembali tertutup sampah, begitu pula tangga, menyebabkan tersandung dan "risiko kebakaran", sementara colokan listrik yang berbahaya telah "terbakar".
Sidang pengadilan juga mendengar pemeriksaan pertama kali dilakukan pada tahun 2010 tentang keadaan rumah, dan ketika polisi hadir pada tahun 2013 mereka menggambarkannya sebagai "tidak higienis dan kotor", yang "disampaikan kepada pihak berwenang".
Petugas diketahui meminta bantuan, mengevakuasi anak-anak, dan meminta patroli lain untuk membawa makanan, pakaian bersih, dan popok baru. Kedua orang tuanya ditangkap dan diselidiki.
Sang ayah membenarkan kondisi rumahnya "sangat buruk" dan anak-anak "bisa terluka", tetapi ia mengaku telah membersihkannya sekitar sebulan sebelumnya.
Sedangkan sang ibu mengatakan dia bekerja "berjam-jam" - mengakui kamar mandi tidak digunakan "selama bertahun-tahun". Dia mengungkapkan hanya makan makanan yang bisa dibawa pulang di rumah dan mereka memiliki seekor anjing besar, yang memperburuk kondisi rumah.
Pengacara ibunya, Christopher McMaster, mengatakan pada satu tahap layanan sosial yang bekerja dengan Catch 22 telah menawarkan dukungan "tetapi dana dipotong dan dukungan itu diambil".
Sedangkan pengacara ayahnya, Frank Dillon, menerima bagaimana penjelasan tentang kondisi di rumah namun beralasan tentang sistem undang-undang.
"Sisi lain dari koin itu adalah bagaimana sistem undang-undang, yang seharusnya campur tangan dalam keadaan ini, bisa mengecewakan anak-anak ini?,” tanyanya.
Sementara itu, badan amal Catch 22 menggambarkan rumah itu "sangat miskin" pada 2015. Lalu polisi mengunjungi tempat itu pada tahun 2017 karena beberapa anak tidak bersekolah. Saat itu polisi mengatakan rumah itu "tidak kotor tetapi miskin". Namun setelah dua kunjungan pada 2018 polisi melaporkan rumah itu kepada layanan sosial tentang kondisi yang memprihatinkan di sana.
Saat itu, seorang pekerja pengasuhan sosial anak yang datang ke rumah tersebut tidak menilai kondisinya membutuhkan intervensi, tetapi gangguan tahun ini membawa petugas datang ke rumah lagi.
(Susi Susanti)