ISIS telah mengklaim bertanggung jawab atas penembakan awal Oktober lalu yang menewaskan wartawan Sayed Maroof Sadat, sepupunya, dan dua anggota Taliban, di provinsi Nangarhar, Afghanistan timur.
Sejak penarikan pasukan AS dari Afghanistan akhir Agustus lalu, sudah tiga wartawan, termasuk Sadat, tewas terbunuh di Afghanistan. Alireza Ahmadi, reporter Raha News Agency, dan Najma Sadeqi, pembawa berita Jahan-e-Sehat TV tewas dalam serangan bom bunuh diri di bandara Kabul ketika proses evakuasi berlangsung.
Pejabat Taliban telah berulang kali mendesak media massa untuk mematuhi hukum Islam, meski tanpa merincinya. Lutfi mengatakan, organisasinya tengah menyusun rancangan undang-undang bersama beberapa media dan pejabat Taliban, untuk memungkinkan media beroperasi secara normal.
Afghanistan telah sejak lama berbahaya bagi wartawan. Komisi Perlindungan Jurnalis atau The Committee to Protect Journalists mengatakan pada awal September bahwa 53 wartawan telah kehilangan nyawa di negara itu sejak tahun 2001, termasuk 33 pada 2018 saja.
Juli lalu, fotografer Reuters pemenang Hadiah Pulitzer tewas ketika sedang meliput bentrokan antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan. Pada 2014, wartawan Agence France-Presse (AFP), bersama istri dan dua anaknya, termasuk dalam sembilan orang yang tewas ditembak Taliban ketika sedang makan malam di sebuah hotel di Kabul.
(Susi Susanti)