JAKARTA - Kota Tarakan di Provinsi Kalimantan Utara adalah kota terbesar di provinsi termuda di Nusantara. Tarakan menjadi gerbang pembangunan di provinsi yang secara resmi mulai berdiri sejak 25 Oktober 2012.Â
Tarakan sudah tersohor sejak zaman dahulu kala, sebab memiliki kekayaan alam berupa ladang minyak, tambang dan gas bumi. Tak heran bila di zaman penjajahan Tarakan menjadi target bagi pendudukan Belanda bahkan Jepang di masa perang dunia ke-2.
Baca Juga:Â Â Riwayat Pola Suksesi KGPAA Mangkunagoro Solo yang Dinilai Tak Miliki Pakem
Banyak situs atau peninggalan sejarah yang tersebar di Kota Tarakan. Di samping pompa sumur minyak yang sudah ada sejak zaman Belanda, sejumlah jejak sejarah dan saksi bisu pertempuran Perang Dunia ke-2 juga ditemukan berupa bunker, benteng, meriam dan lain sebagainya.
"Kota Tarakan sebagai saksi Perang Dunia ke-2 dan ada sebuah buku yang berjudul “Tarakan Pearl Harbor Indonesia” itu banyak meninggalkan memang situs-situs Perang Dunia ke-2 salah satunya mungkin adalah situs di bandara, kemudian di Pening Kilaid, kemudian di Cuwata Laut, kemudian di sekitar Markoni, kemudian bentuknya berupa bunker, meriam,” kata M.Zainudin, Sekretaris Disbudporapar Kota Tarakan.
Salah satu situs sejarah yang gampang dijangkau dan dapat dikunjungi baik oleh masyarakat ataupun wisatawan yang berkunjung ke Tarakan terletak di sekitar Bandara Juanda. Selain bunker dan benteng juga ditemukan benda-benda cagar budaya lain termasuk stelling atau tembok pengintai.
"Bandar Udara Juwata itu dulu sebetulnya adalah kategorinya juga bandaranya itu sebenarnya juga bagian dari peninggalan karena memang dibangun di tahun 1936, lalu kemudian di sekitar Bandara itu karena kepentingan bandara itu lalu Belanda juga membangun semacam inbox di wilayah itu untuk tujuan adalah pengawasan wilayah bandara itu sendiri. Jadi, di sana juga disebar di sekitar run way semacam benteng-benteng atau inbox yang fungsi utamanya adalah mengawasi bandara,” ungkap Abdul Hasan, Kabid Kebudayaan Disbudporapar Kota Tarakan.
Baca Juga:Â Â Sifat Buruk Gajah Mada, Nyatanya Tak Setiakawan