JEPANG - Jepang dan Australia mengumumkan bergabung dengan Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Kanada, Inggris dan Jerman untuk memberikan sanksi-sanksi terhadap Rusia. Hal ini terkait dengan langkah-langkah tanggapan terhadap tindakan Rusia di negara tetangganya, Ukraina.
“Australia selalu menentang pengganggu, dan kami akan melawan Rusia, bersama-sama dengan seluruh mitra kami,” kata PM Australia Scott Morrison kepada wartawan.
“Saya memperkirakan ada sanksi-sanksi berikutnya, ini barulah awal dari proses ini,” lanjutnya.
Sanksi-sanksi Australia menarget para anggota dewan keamanan Rusia. Sementara itu Jepang menetapkan pembekuan aset bagi individu Rusia tertentu dan melarang penerbitan obligasi Rusia di Jepang.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mendesak segera diberlakukannya lebih banyak lagi sanksi untuk menghentikan “agresi lebih lanjut” dari Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca juga: PBB: Pasukan Rusia yang Dikerahkan ke Ukraina Bukanlah Penjaga Perdamaian
“Langkah-langkah tegas pertama diambil kemarin, dan kami berterima kasih untuk itu,” cuitnya pada hari Rabu (23/2).
“Sekarang tekanan perlu ditingkatkan untuk menghentikan Putin. Hantam ekonomi dia dan kroni-kroninya. Hantam keras. Hantam sekarang,” ujarnya.
Baca juga: Ketegangan Meningkat, Kemenlu Ukraina: Warga Diperintahkan Tinggalkan Rusia Sekarang
Militer Ukraina pada Rabu (23/2) menyatakan penembakan oleh separatis pro-Rusia di Luhansk menewaskan seorang tentara Ukraina dan mencederai enam lainnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menandatangani perintah untuk merekrut sejumlah tentara cadangan militer. Ia mengemukakan itu dalam pidato melalui video pada Selasa (22/2) malam, seraya menyebut tentang perlunya segera menambah anggota militer negara itu. “Ukraina adalah negara yang damai, kami ingin diam, tetapi jika kami tetap bungkam hari ini, kami akan lenyap besok,” katanya.
Diketahui, Putin, yang mengerahkan 150 ribu tentara di perbatasan Ukraina dan pengakuannya terhadap daerah-daerah yang dikuasai pemberontak di Ukraina Timur sebagai wilayah merdeka dan perintahnya untuk mengirim pasukan Rusia ke sana memicu kecaman luas.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan mengadakan pembicaraan pekan ini mengenai krisis itu dan menyiapkan landasan bagi pertemuan puncak antara Putin dan Presiden AS Joe Biden. Tindakan Putin menggagalkan upaya tersebut. Blinken mengatakan pada Selasa (22/2) bahwa Rusia “telah memperjelas penolakannya terhadap diplomasi.”
(Susi Susanti)