KUALA LUMPUR – Pemerintah Malaysia membantah putusan dari pengadilan arbitrase Prancis yang memerintahkan Putrajaya untuk membayar RM62,6 miliar atau sekira Rp214 triliun kepada ahli waris Sultan Sulu atas dugaan pelanggaran Perjanjian 1878.
Dalam pernyataan bersama oleh Kementerian Luar Negeri dan Kantor Jaksa Agung, Malaysia mengatakan tidak mengakui klaim ahli waris Sultan Sulu tersebut dan tidak berpartisipasi dalam proses arbitrase tersebut. Malaysia menegaskan bahwa pihaknya menegakkan dan tidak pernah melepaskan kekebalan kedaulatan kami sebagai negara berdaulat.
“Selain itu, pokok tuntutan Klaim tidak bersifat komersial dan dengan demikian tidak dapat tunduk pada arbitrase dan Perjanjian 1878 tidak memuat perjanjian arbitrase,” demikian disampaikan dalam pernyataan bersama yang diunggah laman Facebook Kementerian Luar Negeri Malaysia, Rabu (2/3/2022).
“Kami lebih lanjut menekankan bahwa identitas Pemohon diragukan dan belum diverifikasi.”
Menurut pernyataan tersebut pada 14 Januari 2020, Pengadilan Tinggi Sabah di Kota Kinabalu telah memberikan penilaian terhadap pihak Penggugat dan menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi Sabah adalah forum yang wajar dan pantas untuk memutuskan setiap klaim sehubungan dengan Perjanjian 1878.
“Pemerintah Malaysia juga telah mengajukan pengakuan dan penegakan keputusan Pengadilan Tinggi Sabah di Pengadilan Tinggi Spanyol di Madrid, tetapi permohonan tersebut belum didengarkan,” tambah pernyataan itu sebagaimana dilansir World of Buzz.
Pada 29 Juni 2021, Pengadilan Tinggi Spanyol di Madrid juga memutuskan bahwa layanan pemberitahuan proses tidak disampaikan dengan baik ke pihak Malaysia dalam apa yang disebut 'Keputusan Pembatalan'.
“Sebagai konsekuensi dari Putusan Pembatalan, Dr. Stampa (arbiter Spanyol) bukanlah seorang arbiter dalam proses arbitrase yang dimaksud dan, oleh karena itu, semua keputusannya, termasuk Putusan Akhir, batal demi hukum,”
Arbiter Spanyol juga diduga berusaha mendapatkan perintah ex parte dari Tribunal de Grande Instance di Paris, Prancis, tanpa sepengetahuan pemerintah Malaysia, untuk mengakui Partial Award atas yurisdiksi yang diberikan oleh Dr. Stampa.
Pemerintah Malaysia sejak itu mengajukan banding terhadap perintah Pengadilan di Paris tersebut.
(Rahman Asmardika)