UKRAINA - Parlemen Ukraina mengatakan sekelompok 10 penjajah tentara Rusia menculik Wali Kota Melitopol, Ivan Fedorov, setelah dia menolak bekerja sama dengan musuh.
"Sekelompok 10 penjajah menculik Wali Kota Melitopol Ivan Fedorov. Dia menolak untuk bekerja sama dengan musuh,” cuit parlemen di akun Twitter resminya.
Walikota diketahui dibawa pergi ketika dia berada di pusat krisis kota yang terkepung. Hal ini terlihat dari video klip video yang dibagikan Kyrylo Tymoshenko, seorang pejabat senior di kantor Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, menunjukkan seseorang yang dikatakan sebagai Ivan Fedorov dibawa pergi oleh sekelompok tentara bersenjata.
Menurut parlemen Ukraina, yang dikenal sebagai Rada Verkhovna, pasukan Rusia menaruh kantong plastik di kepala Fedorov ketika mereka menculiknya.
Baca juga: Pasukan Rusia Serang RS Jiwa Ukraina, Gubernur Kharkiv Sebut sebagai Genosida!
"Dia menolak untuk bekerja sama dengan musuh," tulisnya di Twitter. “Bendera Ukraina berdiri di kantor walikota,” lanjutnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy membenarkan penculikan itu, menyebut Fedorov seorang walikota yang dengan berani membela Ukraina dan anggota komunitasnya. Dia mengatakan itu mengungkapkan kelemahan Rusia, dan merupakan kejahatan terhadap demokrasi.
Baca juga: Video Tunjukkan Aksi Tentara Rusia Menjarah Bank dan Toko Kelontong di Ukraina
"Ini jelas merupakan tanda kelemahan para penyerbu Mereka telah pindah ke tahap teror baru di mana mereka mencoba untuk secara fisik melenyapkan perwakilan dari otoritas lokal Ukraina yang sah," katanya.
"Penangkapan walikota Melitopol, oleh karena itu, merupakan kejahatan, tidak hanya terhadap orang tertentu, terhadap komunitas tertentu, dan tidak hanya terhadap Ukraina. Ini adalah kejahatan terhadap demokrasi itu sendiri,” lanjutnya.
"Tindakan penjajah Rusia akan dianggap seperti teroris 'ISIS'," katanya.
Dia pun menuntut pembebasan walikota kota Melitopol di selatan Ukraina.
Pasukan Rusia diketahui memperluas ofensif mereka di Ukraina pada siang hari saat mereka melakukan serangan udara di daerah baru di barat negara itu, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin menyetujui perekrutan "sukarelawan" dari Suriah dan tempat lain untuk bergabung dalam pertempuran.
(Susi Susanti)