Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Penyatuan Kalender Hijriyah: Gerak Maju Persis, Muhammadiyah, dan NU

Tim Okezone , Jurnalis-Minggu, 10 April 2022 |10:37 WIB
Penyatuan Kalender Hijriyah: Gerak Maju Persis, Muhammadiyah, dan NU
Menuju penyatuan kalender Hijriah. (Ilustrasi/Okezone)
A
A
A

Gerak Maju Muhammadiyah

Kriteria “WH” digunakan Muhammadiyah berdasarkan faham fikih mereka bahwa penentuan Ramadhan dan bulan-bulan hijriyah lainnya tidak harus merujuk pada rukyat. Cukup dengan hisab. Sebenarnya kriteria hisab mencakup juga kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) tanpa harus menunggu ketampakan hilal secara fisis. Dalam sejarahnya, memang kriteria WH adalah kriteria penyederhanaan dari kriteria imkan rukyat, tanpa memperhitungkan faktor fisis hilal dan gangguan cahaya syafak (cahaya senja).

Sekitar 14 tahun saya pun menggunakan kriteria WH, sejak saya mahasiswa astronomi ITB awal 1980-an sampai saya menyelesaikan sekolah di Jepang pada 1994. Dalam kondisi minim aplikasi astronomi saat itu, perhitungan posisi bulan dianggap sangat rumit. Kriteria WH adalah pilihan terbaik. Datanya cukup diambil dari Astronomical Almanac. Cukup menggunakan data waktu matahari terbenam (sunset) dan bulan terbenam (moonset), lalu dilakukan interpolasi posisi kota rujukan, misalnya Yogyakarta (biasa jadi rujukan Muhammadiyah) atau Bandung (dulu digunakan sebagai rujukan hisab ITB dan Unisba). Bila moonset lebih lambat dari sunset, maka dianggap masuk awal bulan hijriyah. Saat saya di Jepang, saya buat biasa membuat garis tanggal WH global untuk memprakirakan masuknya awal bulan di Jepang dan negara-negara Muslim lainnya.

Kriteria WH demikian melekat pada Muhammadiyah sehingga ada yang menganggap hisab identik dengan wujudul hilal. Padahal kriteria imkan rukyat pun adalah kriteria hisab, namun bisa digunakan juga untuk membantu rukyat. Apakah mungkin Muhammadiyah beralih ke hisab imkan rukyat? Sangat mungkin.

Pada muktamar Muhammadiyah 2015, direkomendasikan untuk berubah ke Kalender Islam Global. Hisab Wujudul Hilal yang sangat lokal Yogyakarta akan ditinggalkan, beralih ke hisab kalender global. Pada 2016 ada Kongres Kalender Hijri Internasional di Turki dan ada wakil Muhammadiyah yang menghadirinya. Konsep Kalender Islam Global (KIG) ala Turki kemudian dikaji untuk diterapkan Muhammadiyah. Pada KIG ala Turki, kriteria WH lokal tidak digunakan, tetapi beralih ke kriteria imkan rukyat tinggi bulan 5 derajat dan elongasi 8 derajat (biasa disingkat kriteri [5-8]).

Wacana penggunaan KIG ala Turki merupakan gerak maju Muhammadiyah yang perlu diapresiasi. Hal ini juga menghapus stigma seolah hisab itu hanya WH. Langkah selanjutnya, adalah dialog bersama ormas-ormas Islam dan para pakar terkait untuk implementasi di tingkat nasional dan regional. Bagaimana pun Muhammadiyah berakar di Indonesia dan menyebar ke negara-negara tetangga. Terlalu naif kalau kita memperjuangkan kesatuan global, namun mengabaikan potensi perbedaan di negeri sendiri.

KIG ala Turki dengan kriteria imkan rukyat [5-8] menyimpan masalah untuk diterapkan di Indonesia dan regional Asia Tenggara. Markaz kriteria KIG ala Turki adalah “di mana saja, asalkan di Selandia Baru belum terbit fajar”. Bisa terjadi di benua Amerika sudah memenuhi kriteria, namun saat maghrib di Asia Tenggara bulan masih di bawah ufuk atau ketinggiannya masih sangat rendah. Kondisi itu tentu saja tidak bisa diterima oleh pengamal rukyat di Indonesia dan di kawasan Asia Tenggara.

KIG mestinya juga mengakomodasi kepentingan pengamal rukyat, apalagi mayoritas negara Muslim masih menerapkan rukyatul hilal dalam pelaksanaan ibadahnya. Pada 2017 delegasi Indonesia mengusulkan penyempurnaan konsep KIG ala Turki pada Seminar Internasional yang melahirkan Rekomendasi Jakarta 2017 (RJ2017). RJ2017 mengadopsi kriteria imkan rukyat [3-6,4] dengan markaz kawasan barat Asia Tenggara. Sesungguhnya kriteria [5-8] di Turki setara dengan kriteria [3-6,4] di Asia Tenggara dengan mempertimbangkan pergerakan bulan dan beda waktu kedua wilayah sekitar 4 jam.

RJ2017 adalah konsep KIG dengan memperhatikan kebutuhan regional Asia Tenggara, khususnya Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. RJ2017 juga menghindari terjadinya “yaumusy syak” (hari yang meragukan) dalam mengawali Ramadhan, yang dilarang Rasul untuk berpuasa. Semoga dengan dialog yang terbuka, Muhammadiyah terus bergerak maju menuju titik temu mewujudkan unifikasi kalender hijriyah.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement