JAKARTA - Kementerian Luar Negeri RI memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam serangkaian insiden penembakan massal di Amerika Serikat (AS).
Insiden penembakan tersebut dilaporkan pada Rabu (1/6) dari tiga lokasi yang berbeda yaitu di Grant High School, California pukul 15.30 waktu setempat, di supermarket Walmart Supercenter, Pennsylvania pukul 16.00 waktu setempat, dan di Saint Francis Hospital, Oklahoma pukul 16.50 waktu setempat.
"Segera setelah mendapatkan informasi penembakan, KJRI yang ada di Los Angeles dan Houston berkoordinasi dengan otoritas setempat dan juga WNI yang berada di lokasi kejadian. Dari informasi yang diterima dari perwakilan kita di AS, tidak ada WNI yang menjadi korban dalam insiden penembakan tersebut,” kata Judha dalam pengarahan media secara daring, Kamis (2/6/2022).
Baca juga: Penembak Massal di Oklahoma Sasar Dokter Bedah yang Tak Dapat Sembuhkan Penyakitnya
Mewaspadai maraknya insiden penembakan di AS, perwakilan RI di AS meningkatkan koordinasi dengan otoritas keamanan setempat dan terus menjalin komunikasi dengan komunitas WNI.
Baca juga: Penembakan Massal Kembali Terjadi di AS, 3 Orang Meninggal
Pemerintah juga menyampaikan imbauan kepada WNI di AS untuk tetap tenang, sambil tetap meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian.
“Jangan jalan sendirian, gunakan buddy system, kemudian laporkan segera ke otoritas setempat dan perwakilan RI setempat jika terjadi tindakan kekerasan, aksi kriminal, dan kegawatdaruratan yang lain,” lanjutnya.
WNI juga diminta melakukan lapor diri melalui Portal Peduli WNI dan mengunggah aplikasi Safe Travel untuk memperoleh informasi terkini serta nomor hotline seluruh perwakilan RI yang ada di AS.
Langkah tersebut, menurut Judha, akan meningkatkan kecepatan dan keakuratan respon dari pihak KBRI maupun KJRI terhadap WNI yang mengalami situasi darurat.
Seperti diketahui, tiga penembakan yang terjadi secara beruntun pada Rabu di beberapa wilayah AS mengakibatkan jatuhnya sejumlah korban jiwa dan luka-luka.
Peristiwa itu terjadi seminggu setelah penembakan di sebuah sekolah dasar di Texas yang menewaskan 21 orang, termasuk di antaranya 19 anak-anak—yang menyulut kemarahan warga Amerika.
Maraknya serangan mematikan di AS telah memicu desakan atas reformasi aturan kepemilikan senjata di negara tersebut, yang direspons pemerintahan Presiden Joe Biden dengan janji akan adanya perubahan aturan.
(Susi Susanti)