Jelas bahwa hutan terancam. Kelompok lingkungan yang berbasis di AS, Mighty Earth, yang memetakan deforestasi dengan bantuan data satelit, menyebut bahwa pada 2020 saja, kawasan hutan seluas 470 kilometer persegi di Pantai Gading hilang.
Namun, deforestasi sangat terkait dengan perubahan iklim, yang dalam jangka panjang mengancam mata pencaharian petani kakao.
Michael Odijie, seorang peneliti di University College London yang mengkhususkan diri dalam industri kakao Afrika, yakin paham ekonomi sederhana mendorong lingkaran setan ini.
"Ada dampak ekologis yang sangat besar dalam pertanian kakao. Sayangnya, ini mungkin akan terus berlanjut karena biaya produksi kakao di lahan hutan yang masih asli lebih rendah daripada di padang rumput dan harga kakao pun terlalu rendah untuk diproduksi secara berkelanjutan," terangnya, dikutip BBC.
"Kemiskinan dan semua praktik perburuhan yang muncul terutama disebabkan oleh rendahnya harga yang dibayarkan kepada petani kakao," lanjutnya.
Namun, para pelaku industri ini membuat klaim sudah mengambil sejumlah langkah untuk menanggung aktivitas mereka.
Mars, perusahaan penjual cokelat terbesar di dunia yang berbasis di Amerika Serikat, berkata telah bersiasat untuk membuat rantai pasokan kakao mereka mengedepankan isu keberkelanjutan lingkungan.
Salah satu caranya, klaim Mars, adalah memproduksi kakao yang sepenuhnya bebas deforestasi pada 2025.