JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan melalui pendekatan keadilan restoratif dapat menyeimbangkan kepentingan pemulihan keadaan dan hak korban.
Sebab pendekatan tersebut menitikberatkan pada pentingnya solusi untuk memulihkan keadaan korban, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku.
Hal tersebut disampaikan Burhanuddin dalam Webinar Diskusi Bersama Praktisi “Restorative Justice, Apakah Solutif?” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sabtu 16 Juli 2022.
“Keadilan restoratif menjadi solusi dimana kepentingan atau hak korban diutamakan dalam penyelesaian perkara. Dalam hal ini perbaikan keadaan korban dan pemberian maaf dari korban menjadi faktor penentu penyelesaian perkara. Selain itu, di sisi lain tetap memperhatikan kondisi tertentu dari pelaku kejahatan sebagai bahan pertimbangan penyelesaian perkaranya,” ujar
Jaksa Agung dikutip dalam keterangan resminya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Burhanuddin menyampaikan bahwa pelaksanaan sistem peradilan pidana dan pemidanaan di Indonesia secara umum masih dominan bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku. Sehingga penegakan hukum yang dilakukan kadang menimbulkan kegaduhan di tengah masyrakat.
Sebab, penegakan hukum yang dilakukan cenderung mengabaikan kemanfaatan dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Jaksa Agung mencontohkan penanganan kasus yang sempat mencederai nilai dan rasa keadilan masyarakat misalnya kasus Nenek Minah dan Kakek Samirin, dimana masyarakat tidak menghendaki mereka untuk dihukum.
Bahkan pada umumnya dalam proses penegakan hukum beberapa perkara pidana, cenderung mengabaikan kepentingan pemulihan hak korban.