KABUL – Serangan rudal Amerika Serikat (AS) pada Minggu (31/7/2022) pagi, yang menewaskan pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahiri di Kabul, memicu kemarahan pemerintah Taliban, yang mengambil alih kendali Afghanistan kurang dari setahun yang lalu menyusul penarikan pasukan AS dan NATO setelah dua dekade di Afghanistan.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengutuk keras serangan itu sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap prinsip-prinsip internasional dan perjanjian Doha, yakni perundingan pada 2020 antara para pemimpin Taliban dan para pemimpin AS dan Barat di Qatar terkait rencana penarikan pasukan AS dan sekutu pada tahun berikutnya.
“Emirat Islam Afghanistan mengutuk keras serangan ini dengan dalih apa pun,” terangnya, dikutip VOA.
Baca juga: Bunuh Pimpinan Al Qaeda, AS Gunakan Rudal Hellfire Modifikasi
Di sisi lain, pemimpin dunia internasional menyambut kematian al-Zawahiri dengan senang hati. Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese mengatakan pada Selasa (2/8/2022) bahwa warga Australia berbelasungkawa bagi para keluarga semua korban “aksi teror” Ayman al-Zawahiri.
Baca juga: Pembunuhan Pemimpin Al Qaeda, Pukulan Simbolis Tapi Tidak Berdampak Langsung Bagi Kelompok Teror
“Zawahiri didakwa oleh Amerika Serikat atas perannya dalam pemboman kedutaan AS di Kenya dan Tanzania pada Agustus 1998, serangan yang menyebabkan 224 orang tewas dan lebih dari 4.500 terluka. Dia telah lama dituduh merencanakan serangan terhadap kapal perang AS USS Cole pada tahun 2000 di mana 17 pelaut AS tewas dan puluhan lainnya terluka. Pada tahun 2001, dengan berkonspirasi bersama Osama Bin Laden, dia mengoordinasikan serangan 11 September yang meratakan World Trade Center dan membunuh hampir 3.000 orang tak bersalah, termasuk warga Australia di tanah Amerika,” ujarnya.