SURABAYA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berkomitmen mengawal proses hukum kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren di Kabupaten Jombang dengan terdakwa Moch Subkhi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi.
“Kami akan terus mengawal proses hukum yang saat ini tengah berjalan dan memastikan para korban mendapatkan akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan,” ujar Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin Korwa dalam Rapat Koordinasi Kasus Kekerasan Seksual Kabupaten Jombang di Jakarta, Jumat (5/8/2022).
 BACA JUGA:Kebakaran Kelab Malam Thailand Tewaskan 13 Orang, Lukai 35 Lainnya
Dari hasil rapat koordinasi tersebut, KemenPPPA berharap dalam persidangan MSAT ini, hakim mempertimbangkan kesetaraan gender dan non-diskriminasi. Pihaknya juga berharap Komisi Yudisial dapat memantau jalannya proses sidang.
"Kasus ini menjadi perhatian kami karena korban dan keluarga diketahui mendapatkan tekanan dari berbagai pihak. Hal itu dikhawatirkan memengaruhi psikis korban dalam menghadapi persidangan," kata Margareth.
 BACA JUGA:Viral Video Brigadir J Beri Kejutan Ultah ke Sang Adik, Langsung Banjir Doa dari Netizen
Mengenai mekanisme perlindungan saksi dan korban, kata dia, peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi saksi dan korban merupakan komitmen kehadiran negara dalam memberikan perlindungan kepada saksi korban.
“Penanganan jenis kejahatan ini tidak menjadi tanggung jawab satu pihak saja, melainkan harus terjadi sinergi antarpihak. Sehingga penanganannya komprehensif, khususnya dalam memberikan perlindungan bagi saksi korban saat memberikan keterangan dalam sidang," terangnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Mia Amiati mengharapkan dukungan untuk menghadirkan saksi yang didampingi oleh LPSK dikarenakan kehadiran saksi sangat penting untuk mendukung pembuktian.
“Untuk para saksi korban, agar dapat memberikan kesaksian di persidangan secara daring (online) dan terdapat ruangan terpisah antara saksi korban dan terdakwa. Dikarenakan adanya kekhawatiran para saksi korban akan mendapatkan tekanan psikologis dari pihak terdakwa apabila persidangan dilakukan secara tatap muka (offline),” ujar Mia.
Baca Juga: BuddyKu Festival, Generasi Muda Wajib Hadir
Follow Berita Okezone di Google News