Sejak itu, India dan Pakistan berperang selama tiga tahun dan hubungan keduanya masih rapuh hingga kini. Mereka jarang saling memberi visa, sehingga saling mengunjungi antarwarga nyaris mustahil.
Namun, media sosial telah membantu menghubungkan orang-orang dari kedua negara.
Ada puluhan grup pengguna di Facebook dan Instagram, serta kanal-kanal YouTube, yang memuat cerita-cerita penyintas Pemisahan dan kunjungan ke kampung halaman. Konten-konten itu telah jutaan kali dibagikan dan dilihat, serta mengundang beragam komentar emosional.
"Inisiatif seperti itu, yang membantu mendokumentasikan pengalaman Pemisahan, menjadi antidot terhadap narasi politik penguasa di kedua negara," kata Ayesha Jalal, profesor sejarah Asia Selatan di Universitas Tufts, AS.
"Mereka membantu meredakan ketegangan di antara kedua pihak, dan membuka saluran bagi orang-orang untuk berdialog lebih banyak," lanjutnya.
Saat jumlah warga yang terusir dari rumah mereka melonjak di seluruh dunia, teknologi telah memberikan bantuan.
Teknologi membantu mereka memantau dari jauh rumah yang mereka ditinggalkan dan melaporkan adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM), sementara arsip-arsip digital memelihara warisan budaya.
Proyek Dastaan (dalam bahasa Urdu artinya "cerita") menggunakan teknologi realitas virtual (VR) untuk mendokumentasikan informasi dari para penyintas Pemisahan. VR juga memungkinkan para penyintas untuk mengunjungi kembali tanah kelahiran mereka.
"VR tidak seperti film, ada kedekatan dan keterlibatan yang mendorong rasa empati dan memiliki dampak yang kuat," kata sang pendiri proyek, Sparsh Ahuja, yang kakeknya pindah ke India saat berusia 7 tahun selama Pemisahan.
"Orang benar-benar merasa seperti dibawa ke tempat itu," katanya.