Di sisi lain, Profesor sejarah Jalal berpendapat bahwa ruang-ruang daring itu juga bisa membawa informasi yang salah.
"Meski sangat bermanfaat, inisiatif seputar Pemisahan ini sebaiknya tidak dianggap sebagai pengganti pemahaman sejarah tentang penyebab Pemisahan," katanya.
Seperti diketahui, ketegangan politik antara India dan Pakistan sering meluas ke media sosial.
Tahun lalu, sebuah negara bagian India mengatakan pengguna media sosial yang merayakan kemenangan tim kriket Pakistan atas India dapat didakwa dengan pasal penghasutan dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Penduduk India, terutama Muslim, yang mengkritik pemerintah di internet kerap diminta untuk "pindah ke Pakistan".
Namun bagi Reena Varma, 90, media sosial memberikan lebih dari sekadar hubungan virtual.
Media itu telah membantunya mengunjungi rumah lamanya di Rawalpindi, Pakistan, 75 tahun setelah dia meninggalkannya.
Ketika pengajuan visanya ditolak awal tahun ini, kabar itu menjadi viral di Facebook.
Otoritas Pakistan kemudian memberikan visa kepada Varma, yang pindah ke India sewaktu remaja beberapa pekan setelah Pemisahan.
Saat Varma mengunjungi Pakistan bulan lalu, Imran William, pendiri grup Facebook bernama India Pakistan Heritage, menyambut kedatangannya.
Penduduk setempat menabuh gendang dan menghujani kembang ketika dia menari di jalan sebelum melihat-lihat rumah tua keluarganya.
"Ini begitu emosional, tetapi saya sangat senang bisa mewujudkan impian mengunjungi rumah saya," ujar Varma.
"Orang-orang memiliki kenangan pahit tentang Pemisahan, tetapi berkat Facebook dan media sosial lain, mereka berinteraksi dan ingin bertemu satu sama lain. (Media) itu menyatukan orang-orang dari kedua negara," lanjutnya.
(Susi Susanti)