LIBYA - Seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Libya mengenang masa-masa saat dia ditahan di penjara. Walid Elhouderi pun memberikan laporan mengerikan kepada tim BBC tentang bagaimana dia ditahan oleh dinas intelijen dan dituduh melakukan spionase.
Pada 1 Oktober 2020, Elhouderi dipanggil untuk bertindak sebagai juru bahasa pada pertemuan dengan beberapa duta besar di ibu kota Libya, Tripoli.
Setelah itu berakhir, dia ingat saat duta besar Kongo berjalan kembali ke mobilnya untuk mengantarnya pergi dan kemudian kembali ke ruang pertemuan untuk mengambil barang-barangnya.
"Di situlah saya menemukan empat orang menunggu saya. Mereka menyiksa saya. Mereka menampar saya. Mereka menodongkan pistol ke perut saya, dan mereka menculik saya. Setelah itu, saya menghilang. Saya bahkan tidak tahu di mana saya berada,” terang Elhouderi, dikutip BBC.
Baca juga: Pertempuran Pecah di Ibu Kota Libya Setidaknya 23 Orang Tewas, Puluhan Luka-Luka
Dia mengatakan keempat pria itu, berpakaian preman, telah dikirim oleh dinas intelijen. Dia pun dibawa ke salah satu penjara rahasia Tripoli, yang kadang-kadang dikelola oleh kelompok-kelompok milisi yang menguasai banyak bagian ibu kota.
Baca juga: Kesaksian Mantan Tahanan di Penjara Rusia, Rudapaksa hingga Disiksa Secara Sistematis
Fenomena penghilangan paksa telah didokumentasikan secara luas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah revolusi 2011, yang mengakibatkan penggulingan pemimpin lama Muammar Khadafi, dan menjerumuskan negara ke dalam kekacauan.
"Selama 47 hari, tidak ada yang tahu di mana saya berada," ujarnya.
Hari-hari dan minggu-minggu berikutnya yang terjadi penuh dengan penyiksaan. Dia dituduh berusaha mendapatkan rahasia pertahanan, ditempatkan di sel isolasi, dipindahkan ke lokasi lain, disiksa dan dilucuti dari segala kemiripan kehidupan seperti yang dia tahu.