Dukungan untuk monarki berada pada titik terendah dalam lebih dari 30 tahun, setidaknya menurut Survei Sikap Sosial Inggris (British Social Attitudes Survey), yang secara rutin mengukur penilaian masyarakat terhadap bangsawan.
Hasil terbaru dari survei tersebut, yang diterbitkan pada tahun 2021, menunjukkan bahwa hanya 55% orang Inggris yang menganggap monarki "sangat penting" atau "cukup penting".
Dalam beberapa dekade terakhir, dukungan itu berkisar antara 60% dan 70%.
Pada Mei lalu, Charles berada di peringkat ketiga dalam daftar bangsawan favorit rakyat, di belakang Ratu dan putra sulungnya, Pangeran William.
Meskipun, jajak pendapat yang dilakukan setelah kematian Elizabeth II menunjukkan peningkatan dukungan untuk Raja baru, terdapat tanda-tanda bahwa Charles III memiliki pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan reputasi kerajaan.
"Salah satu tantangan bagi Raja Charles III adalah membuat monarki menarik bagi generasi muda," kata sejarawan kerajaan, Richard Fitzwilliams.
Pendapat Fitzwilliams didukung oleh Survei Sikap Sosial Inggris.
Survei itu menunjukkan bahwa pada tahun 2021 hanya 14% dari orang berusia 18-34 menganggap "sangat penting" bagi Inggris untuk memiliki monarki, sedangkan proporsi di antara mereka yang berusia di atas 55 tahun adalah 44%.
Dan menurut jajak pendapat YouGov, yang dilakukan untuk kelompok anti-monarki Republik pada Mei, 27% dari populasi mendukung penghapusan monarki.
Angka itu menunjukkan peningkatan penting dari rata-rata 15% pada abad ini. Dan ketidakpuasan yang jauh lebih tinggi tercatat di kalangan generasi muda.
Swab juga menunjukkan bahwa "banyak hal telah berubah sejak 1952" (tahun Elizabeth II menjadi Ratu). Dia merujuk secara khusus pada protes anti-monarki sporadis yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
"Ada sedikit rasa hormat terhadap monarki akhir-akhir ini dan lebih banyak pengawasan yang teliti terhadap keluarga kerajaan," katanya.
"Ini adalah sesuatu yang perlu dipikirkan oleh Raja Charles,” ujarnya.
'Tidak pernah ajukan keberatan, tidak pernah menjelaskan'
Raja Charles III adalah kepala negara Inggris. Tetapi, di bawah model monarki konstitusional Inggris, kekuasaanya sebagian besar bersifat simbolis dan seremonial.
Dengan demikian, anggota keluarga kerajaan diharapkan untuk tetap berpolitik secara netral.
Pembatasan keterlibatan mendiang Ratu dilihat oleh banyak orang sebagai akibat dari keyakinannya pada pepatah "tidak pernah ajukan keberatan, tidak pernah menjelaskan".
Namun sebaliknya, Charles di masa lalu biasa berbicara tentang berbagai masalah yang penting baginya.
Pada 2015 terungkap bahwa ia telah menulis puluhan surat kepada para menteri pemerintah yang berisi tentang keprihatinannya mulai dari masalah keuangan, Angkatan Bersenjata, hingga pengobatan tradisional.
Apakah sikapnya akan berubah? Pakar konstitusi terkemuka Profesor Vernon Bogdanor percaya hal itu akan terjadi.
"Dia telah mengetahui sejak awal bahwa gayanya harus berubah. Publik tidak akan menginginkan seorang Raja yang berkampanye," terang Prof Bogdanor.
Pada 12 September lalu, saat berbicara dengan Anggota Parlemen, Raja yang baru diproklamirkan itu telah memberikan tanda-tanda pendekatan yang disesuaikan.
Selain mengakui bahwa ada kepentingan yang tidak bisa dia kejar lagi, Charles III mengatakan bahwa Parlemen adalah "instrumen yang hidup dan bernafas" dalam demokrasi Inggris.