SRI LANKA- Setelah sempat menyangkal, pejabat pemerintah Sri Lanka akhirnya mengakui krisis malnutrisi akut yang terus meningkat.
Data terbaru dari Biro Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan menunjukkan stunting, tinggi badan rendah menurut usia, kurus dan berat badan rendah menurut tinggi badan pada anak-anak telah meningkat secara signifikan dalam satu tahun terakhir.
Pada Oktober lalu, pemerintah mengatakan akan menggandakan inisiatifnya untuk membagikan makan siang gratis di sekolah dan membagikan suplemen untuk balita.
Baca juga: Derita Anak-Anak Kelaparan karena Harga Makanan Melambung Tinggi Akibat Krisis Sri Lanka
Seperti diketahui, makanan telah menjadi pusat krisis ekonomi Sri Lanka. Pendapatan menyusut dan harga pangan melonjak. Keluarga terpaksa melewatkan waktu makan dan kelaparan.
Baca juga: Sri Lanka Pertimbangkan Ekspor Ganja Demi Bantu Ekonomi yang Hancur
Banyak anak di desa menjadi lebih sering sakit sekarang. Dokter di wilayah tersebut mengatakan bahwa mereka melihat lebih banyak pasien yang lebih muda yang tidak cukup makan.
Badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) UNICEF memperkirakan sekitar 56.000 anak di negara ini menderita kekurangan gizi akut yang parah.
Menurut angka Program Pangan Dunia (WFP) terbaru, sekitar sepertiga rumah tangga di Sri Lanka tidak memiliki sumber makanan yang aman dan hampir 70% mengurangi ukuran makanan.
"Setidaknya 20% anak tidak sarapan dan pergi ke sekolah [dengan] perut kosong," menurut S Visvalingam, Presiden Food First Information & Action Network (FIAN), Sri Lanka.
Selama enam bulan terakhir, FIAN menyelenggarakan program sembako untuk anak-anak sekolah dasar dan menengah.
Anak-anak Sri Lanka juga menghadapi kekurangan gizi akibat inflasi. Visvalingam mengatakan lebih banyak siswa putus sekolah, terutama di daerah perkebunan teh yang paling parah terkena dampak di utara dan timur Sri Lanka.
"Program makanan sekolah ini, makanan yang terjamin setiap hari, membantu anak-anak ini kembali ke sekolah," katanya.
Namun, Visvalingam memperingatkan bahwa masalah Sri Lanka cenderung menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik.
"Saya kira krisis keuangan tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek, dan selama periode ini masalah gizi hanya akan menjadi lebih buruk," katanya.
(Susi Susanti)