SUDAN - Seorang wanita di Sudan yang dituduh melakukan perzinahan telah diputuskan bersalah dan akan menghabiskan enam bulan di balik jeruji besi setelah dia mengaku mencium seorang pria.
Wanita berusia 20 tahun itu awalnya dijatuhi hukuman mati dengan dilempari batu, yang memicu protes internasional. Dia ditangkap oleh polisi setelah sepupunya membunuh pacarnya.
Dikutip BBC, Pusat Studi Keadilan dan Perdamaian Afrika (ACJPS) menggambarkan hukuman awal sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
BACA JUGA: Dituduh Mata-Mata, Iran Penjarakan Sukarelawan Asal Belgia Selama 28 Tahun
Wanita yang bercerai itu dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah melakukan perzinahan oleh pengadilan di kota Kosti, di negara bagian White Nile, Sudan.
BACA JUGA: Hakim Wanita Ini Diselidiki Usai Cium Pembunuh, Diduga Ingin Kurangi Hukuman Penjara Seumur Hidup
Menyusul kecaman internasional, pengadilan negara bagian Nil Putih mengadili ulang kasus tersebut. Pada akhirnya, hakim ketua mengubah dakwaan dari "perzinahan" menjadi "tindakan cabul" yang berarti dia malah akan menjalani hukuman penjara atas tindakannya.
Dia mengaku di pengadilan jika dirinya bersama seorang pria dan telah berciuman.
Pengacaranya, Intisar Abdullah, mengatakan hakim "tidak punya banyak pilihan selain menghukumnya".
"Masalahnya adalah dia mengaku di pengadilan bahwa dia bersama seorang pria, dia masih sangat muda dan dia tidak tahu komplikasi dari kasus ini," kata pengacara itu kepada BBC.
Awalnya wanita itu telah bebas dengan jaminan tetapi sekarang telah masuk penjara untuk memulai hukumannya.
ACJPS mengatakan dia tidak diizinkan menjadi pengacara dalam kasus awal, dan kesalahan prosedur menyebabkan hukuman rajam dibatalkan.
Seperti diketahui, Sudan masih memberlakukan hukuman mati untuk beberapa kejahatan hudud. Yakni pelanggaran yang ditentukan oleh Allah dalam Al Quran, termasuk pencurian dan perzinahan. Dalam hukum Sudan mereka memberlakukan hukuman seperti cambuk, amputasi tangan dan kaki, gantung dan rajam.
Sebagian besar hukuman rajam di Sudan yang dijatuhkan terutama terhadap perempuan telah dibatalkan di Pengadilan Tinggi.
Sebelumnya, seorang menteri menggambarkan hukuman itu sebagai "lelucon" tetapi mengakui bahwa tidak ada menteri pemerintah yang bisa mengintervensi.
Sudan diketahui telah dijalankan oleh junta militer sejak kudeta pada 2021.
(Susi Susanti)