ISRAEL - Kementerian dalam negeri Israel mengatakan telah mendeportasi seorang pengacara hak asasi manusia (HAM) Palestina-Prancis setelah menuduhnya melakukan ancaman keamanan terorisme.
Kementerian mengatakan Salah Hammouri, 37, dikawal ke penerbangan ke Prancis oleh polisi pada Minggu (18/12/2022) pagi.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian dalam negeri Israel mengatakan Hammouri telah "mengatur, mengilhami dan merencanakan untuk melakukan serangan teror" terhadap "warga negara dan orang terkenal Israel".
Menteri Dalam Negeri Ayelet Shaked, bagian dari pemerintahan Israel yang akan keluar, memuji langkah tersebut sebagai keberhasilan pribadi.
"Keadilan telah dilakukan terhadap teroris dan dia telah dideportasi dari Israel," katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip BBC.
BACA JUGA: Tentara Israel Akui Tak Sengaja Bunuh Gadis Palestina di Tepi Barat
"Ini adalah proses yang panjang dan berlarut-larut dan merupakan pencapaian luar biasa bahwa saya dapat melakukan deportasi sebelum tugas saya berakhir, menggunakan alat yang saya miliki untuk memajukan perang melawan terorisme,” lanjutnya.
Sementara itu, kementerian luar negeri Prancis juga mengungkapkan kekecewaan atas keputusan tersebut, dan mengatakan pihaknya mengutuk "keputusan otoritas Israel, yang melanggar hukum, untuk mengusir Salah Hammouri ke Prancis".
Hammouri diketahui adalah seorang penduduk Yerusalem seumur hidup, ia dicabut hak tinggalnya setelah pejabat menuduhnya sebagai anggota organisasi teroris.
Hammouri membantah tuduhan itu. Kelompok hak asasi manusia (HAM) juga mengutuk langkah tersebut.
Hammouri memegang kewarganegaraan Perancis melalui ibunya. Dia memegang hak tinggal di Yerusalem - sistem rapuh yang digunakan oleh warga Palestina di Yerusalem Timur yang dianeksasi Israel yang dapat dicabut oleh pihak berwenang. Dia tidak memegang kewarganegaraan Israel.
Dia bekerja untuk Addameer, sebuah kelompok bantuan hukum dan hak-hak tahanan Palestina yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh kementerian pertahanan Israel pada Oktober 2021 bersama dengan lima kelompok masyarakat sipil Palestina lainnya.
Militer mengatakan mereka terkait dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), sebuah kelompok militan Palestina yang dianggap Israel sebagai organisasi teroris.
Pada 2005 dia dipenjara selama enam tahun setelah dituduh mencoba membunuh seorang rabi ultra-Ortodoks dan pemimpin politik. Namun dia membantan tuduhan itu,
Pada Maret lalu, Hammouri ditangkap dan komandan militer Israel di Tepi Barat yang diduduki memerintahkan agar dia ditahan tanpa dakwaan atau diadili selama tiga bulan di bawah apa yang dikenal sebagai penahanan administratif.
Perintah penahanan semacam itu secara rutin digunakan oleh Israel untuk menahan tersangka militan selama berbulan-bulan tanpa menuntut atau mengadili mereka.
Setelah empat bulan ditahan, Hammouri menulis surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk meminta bantuan. Dia kemudian diklasifikasikan sebagai "tahanan berisiko tinggi" dan dipindahkan ke penjara dengan keamanan tinggi di Israel tengah.
Pada akhir September lalu, dia memulai mogok makan untuk memprotes penahanan administratifnya. Dia mengakhirinya setelah 19 hari, di mana dia dilaporkan ditempatkan di sel isolasi.
Bulan lalu, dia diberitahu bahwa dia akan dideportasi tanpa pengadilan, tetapi pengusiran itu ditunda karena pengacaranya menentang kasus tersebut. Mahkamah Agung menolak bandingnya awal bulan ini.
Amnesty International mengutuk deportasinya dan mengatakan dia "membayar mahal untuk pekerjaannya sebagai pengacara Palestina".
"Pengusiran dari wilayah Palestina yang diduduki merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan Konvensi Jenewa Keempat dan potensi kejahatan perang," terangnya.
"Itu juga bisa merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” lanjutnya.
Dan HaMoked, sebuah kelompok hak asasi Palestina, mengatakan deportasi itu menjadi "preseden berbahaya" dan merupakan "pelanggaran berat terhadap hak-hak dasar".
(Susi Susanti)