Paul mampu menyembunyikan kenyataan bahwa dia pengguna narkotika dari atasan dan keluarganya. Dia berbohong bahwa matanya yang memerah setelah menghisap heroin disebabkan oleh alergi.
"Saya tidak mengira saya kecanduan, saya tidak menganggapnya serius," kata Paul, yang kini berusia 42 tahun dan tinggal di Fife, sebuah kota kecil di Skotlandia.
Namun pada suatu ketika, razia kepolisian membuatnya tidak dapat membeli heroin selama delapan jam. Saat itu dia merasakan dampak yang begitu buruk.
"Saya ingat ketika saya akhirnya mendapatkan obat itu lagi, saya merasa luar biasa, semua rasa sakit fisik, menggigil dan hidung dan mata berair semua hilang," ujarnya.
Seiring berlalunya waktu, keterikatannya dengan heroin mulai memicu dampak negatif.
Paul kehilangan pekerjaannya dan mulai terlihat tidak sehat. Suasana hatinya tidak karuan. Dan saat itu pula, banyak orang mulai menyadari kondisinya.
Bobot tubuh Paul susut hingga mencapai 50 kilogram. Berat badannya tidak ideal untuk seseorang dengan tinggi 172 sentimeter.
Paul berkata, saat itu dia menunggu untuk mati. "Saya menyerah pada hidup, saya hanya fokus untuk mendapatkan heroin. Saya berkubang dalam mengasihani diri sendiri dan heroin mengambil semuanya.
"Untungnya orang tua saya selalu membiarkan saya tinggal di rumah mereka walau saya tidur di tangga."
"Anda tidak merasakan sakit atau dingin karena Anda bahagia di mana pun Anda berada saat menggunakan heroin," kata Paul.
Paul sempat 13 kali mencoba berhenti menggunakan heroin, tapi kecanduan itu selalu kambuh. Dia akhirnya mengikuti penyuluhan yang diselenggarakan lembaga amal Cyrenians untuk para tunawisma.
"Saya melihat diri saya dan berkata 'Jangan pernah meminta heroin lagi karena kamu tidak mendapatkannya'. Begitulah," kata Paul.
Sejak saat itu, dia benar-benar meninggalkan heroin.