Perjalanannya di dunia intelijen bermula saat menempuh pendidikan AMS-B di Yogyakarta. Kala itu, ia hanya menyelesaikan pendidikan hingga kelas dua, sebab sebelum pendidikannya usai Jepang keburu menduduki Indonesia.
Tentara Dai Nippon saat itu menutup segala bentuk pendidikan yang diikuti oleh warga pribumi. Alhasil, Zulkifli pun masuk Seinen Kurenso (tempat latihan pemuda) setelah diajak teman sekolahnya, Pawoko.
Dua bulan menjalani latihan semimiliter dan indoktrinasi. Ia pun teringat nasihat kedua orang tuannya saat hendak ke Yogyakarta.
Sang Ayah selaku Pamongpraja berpesan “Met de hoed in de hand, komt je in de gang in de wereld” (dengan menghargai orang lain, dunia akan menerimamu). Pesan itu selalu diingatnya hingga menjadi intelijen hebat.
Setelah selesai penididikan Seinen Kurenso, Zulkifli bergabung dengan Seinen Dojo pada 1943.
Selama 6 bulan, di usianya yang saat itu 19 tahun, ia mengikuti pendidikan yang keras dan tanpa ampun oleh Letnan Yanagawa dan Letnan Marusaki, perwira Beppan (Dinas Intelijen Khusus Tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang).