SURABAYA - Pada 2022, terdapat 198 permohonan pengajuan dispensasi kawin usia anak yang dicatat Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pengajuan dispensasi pernikahan tersebut didominasi oleh hamil di luar nikah.
Saat ini, angka perkawinan anak di Indonesia masih tergolong tinggi. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menyebutkan bahwa 1 dari 9 perempuan berusia 20-24 tahun melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun, yaitu sebesar 1,2 juta jiwa.
“Jika dilihat berdasarkan angka absolut kejadian perkawinan usia anaknya, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi yang paling tinggi,” kata Pakar Kependudukan dan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Dr Lutfi Agus Salim SKM MSi, Senin (16/1/2023).
Lutfi yang juga menjabat Ketua Koalisi Kependudukan Provinsi Jawa Timur itu menambahkan, perkawinan anak terjadi bisa disebabkan oleh empat faktor utama. Di antaranya faktor pendidikan, pemahaman agama yang sempit, ekonomi, dan sosial budaya.
Kenaikan angka perkawinan anak di Ponorogo, kata dia, bisa saja disebabkan oleh pendidikan yang rendah. Remaja mencoba melakukan aktivitas seksual di masa berpacaran dengan pasangannya, sehingga mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan akhirnya terpaksa terjadi pernikahan anak.
Menurutnya, perkawinan anak cenderung berdampak pada pihak perempuan. Secara umum, dampak yang timbul antara lain dampak pendidikan, ekonomi, psikologi, dan kesehatan. Terlebih jika melihat kasus yang ada di Ponorogo yang disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan tentu akan berdampak pada segi kesehatan.
 “Menikah muda berisiko tidak siap melahirkan dan merawat anak, berisiko kelahiran prematur, anak yang dilahirkan stunting, dan bisa membahayakan keselamatan bayi dan ibunya sampai pada kematian. Perkawinan anak juga mempunyai potensi terjadinya kekerasan seksual dan gangguan kesehatan reproduksi,” jelasnya.
Follow Berita Okezone di Google News