MALANG – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas mendorong agar reformasi birokrasi bisa terus dipercepat sebagaimana instruksi dari Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini penting, karena reformasi birokrasi (RB) bisa berdampak pada turunnya angka kemiskinan di suatu wilayah.
BACA JUGA:Wapres Bangga Pesantren An-Nawawi Tanara Hasilkan Ulama Bereputasi Internasional
Azwar Anas mencontohkan reformasi birokrasi dari sisi pengadaan barang melalui e-katalog daerah yang sekarang dibolehkan.
Padahal dulu ketika ia menjabat sebagai Bupati Banyuwangi produk-produk UMKM tidak bisa ikut pengadaan barang dan jasa (PBJ) karena adanya sejumlah persyaratan yang tidak bisa dipenuhi, salah satunya harus berlogo SNI.
“Sekarang kami pangkas semua kabupaten kota bisa membuat e-katalog lokal, kami laporkan presiden. Dulu produk lokal nggak bisa masuk e-katalog, karena harus ada SNI, sekarang SNI sudah kami coret,” ungkap Azwar Anas saat memberikan pengarahan ke Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pendopo Agung Kabupaten Malang, pada Jumat (17/2/2023).
Mantan Bupati Banyuwangi menjelaskan, sebelum adanya pencoretan SNI di setiap tender pengadaan barang dan jasa, perusahaan-perusahaan besar di Surabaya dan Jakarta selalu menjadi pemenangnya.
Bahkan ia berujar pernah bangku sekolah berupa meja kursi yang sebenarnya pelaku UMKM lokal bisa membuat kalah bersaing dengan perusahaan -perusahaan besar itu, hanya karena adanya logo SNI.
“Saya matur presiden selama ada SNI ini tukang kayu tetangga bapak di Solo nggak bisa masuk katalog, kita cek benar syaratnya banyak banget, ternyata benar ada 12 ribu harus item ber-SNI, padahal yang wajib hanya 300. Setiap kebijakan harus ada afirmasi, agar rakyat kecil bisa mengakses dan mereka bisa beli produknya,” jelasnya.
Pria berusia 49 tahun ini juga menekankan agar perjalanan – perjalanan dinas dan rapat-rapat dinas yang tidak penting, tidak perlu dilakukan demi menghemat anggaran. Hal ini penting agar anggaran yang diperuntukkan bisa diberikan ke masyarakat untuk menekan angka kemiskinan di daerah-daerah, terlebih saat ini ada cara-cara digital untuk bisa mengkomunikasikan tanpa perlu menghabiskan anggaran untuk rapat dan perjalanan dinas ASN ke luar daerah.
“Jangan sampai programnya kemiskinan di daerah tertentu, tapi anggaran studi banding sama makan-makannya sama rata-rata. Karena yang dibagi makanannya tetap saja, telur dibelah jadi dua, sama kacang hijau. Anggarannya banyak untuk rapat-rapat, sama seminar dibandingkan dibagikan ke rakyat,” paparnya.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah daerah (Pemda) tidak studi banding hanya untuk mengetahui bagaimana cara mengentaskan kemiskinan saja.
“Jangan sampai menurunkan kemiskinan programnya studi banding menurunkan kemiskinan, hanya studi banding terus nggak pernah tereksekusi,” tukasnya.
(Natalia Bulan)