idak hanya itu, tidak sedikit yang menuduhnya dibayar dan menjadi antek.
“Kita ada di negara yang sedang dianiaya oleh penjajah, terus kita istilahnya ngadu di sosial media. Tahunya, netizen kita yang setanah air dan sedarah Indonesia, malah seolah-olah kayak senang gitu kita diteror seperti itu,” ujarnya.
Tidak ada yang tahu kapan perang ini akan berakhir. Walau begitu, Pepi mengatakan akan terus berkontribusi untuk Ukraina. Harapannya adalah agar perang selesai.
“Saya punya keinginan untuk menjadi saksi mata menyaksikan kemenangan Ukraina. Bagaimana perjuangan rakyat Ukraina untuk mempertahankan negaranya,” pungkasnya.
Sama seperti Pepi, tahun lalu Maysaroh asal desa Anjatan, Indramayu yang tinggal di Odessa, Ukraina juga memutuskan untuk tidak mengungsi dan tetap bertahan hidup bersama anak dan suaminya yang warga Ukraina.
Maysaroh yang sudah menetap di Ukraina sejak awal tahun 2017 lalu mengaku sudah terbiasa dengan sirene yang masih terus terdengar dan hanya bisa pasrah dengan keadaan di Ukraina saat ini.
“Udah enggak setakut seperti awal-awal yang, ‘gimana nih? Harus ngumpet?’,” ujar Maysaroh kepada VOA.
“Pasrah saja. Semoga Allah selalu melindungi kita semuanya, udah itu saja,” tambahnya.
Ia juga kerap mengalami pemadaman listrik hingga berjam-jam yang bisa mencapai 2-3 kali per hari.
“Ngeri-ngeri sedap,” ujarnya. Apalagi ketika melihat berbagai pemberitaan mengenai kondisi saat ini, yang menurutnya tidak membaik, tetapi malah membuatnya takut dan merasa tidak nyaman.