BALTIMORE – Laporan Kantor Kejaksaan Agung Maryland, Amerika Serikat (AS) mengungkap bahwa Keuskupan Agung Baltimore telah menutup-nutupi pelecehan seksual anak-anak selama beberapa dekade oleh para pendeta dan pemimpin gereja lainnya sejak tahun 1940-an. Laporan itu diliris Kejaksaan Agung setelah penyelidikan selama empat tahun.
Menurut laporan yang dirilis pada Rabu, (5/4/2023) itu, lebih dari 600 anak dilecehkan secara seksual di tangan lebih dari 150 pendeta, biarawati, seminaris dan diakon. Investigasi menuduh "sejarah yang tak terbantahkan" dari "pelecehan yang meluas, merusak dan terus-menerus," yang dibiarkan berlanjut karena pejabat keuskupan memilih untuk melindungi institusi daripada melindungi anak-anak di kongregasi dan sekolah mereka.
“Laporan ini menggambarkan kegagalan sistemik keuskupan agung yang bejat untuk melindungi yang paling rentan – anak-anak yang dituntut untuk tetap aman,” kata Jaksa Agung Anthony Brown dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dilansir RT.
Laporan tersebut mencatat bahwa "banyaknya pelaku dan korban, kebobrokan perilaku pelaku dan frekuensi dimana pelaku yang diketahui diberi kesempatan untuk terus memangsa anak-anak sangatlah mencengangkan."
Faktanya, pelecehan itu diduga begitu meluas sehingga beberapa gereja dan sekolah memiliki lebih dari satu pelaku pada saat yang bersamaan. Sebuah paroki di Catonsville, Maryland, memiliki 11 pelaku terpisah antara 1964 dan 2004.
Menurut laporan dari negara bagian, Keuskupan Agung Baltimore, keuskupan Katolik Roma tertua di AS, tidak melindungi para korban ketika tuduhan pelecehan muncul.
Misalnya, ketika mengetahui pada 1987 bahwa seorang pendeta telah melakukan pelecehan seksual terhadap seorang gadis berusia 14 tahun dan mengaku “dirangsang oleh beberapa gadis muda”, keuskupan memberi tahu korban bahwa dia akan diberikan terapi dan dipindahkan jauh dari anak-anak. Keuskupan tidak mengambil tindakan lain sampai korban tambahan muncul pada 1994.
Pada saat itu, kata laporan tersebut, sembilan gadis lain telah dianiaya, dan ada indikasi korban lain yang memilih untuk tidak melaporkan kasus mereka.
Penyelidikan Kejaksaan Agung Maryland berfokus pada pelecehan sebelum 2002, ketika laporan media yang mengejutkan tentang penutupan tuduhan pelecehan seksual oleh Keuskupan Agung Boston menyebabkan reformasi oleh gereja, termasuk pelarangan seumur hidup bagi pelanggar.
Namun, kantor kejaksaan mengklaim bahwa Keuskupan Agung Maryland gagal melaksanakan reformasi yang dibutuhkan secara penuh. Misalnya, Keuskupan gagal mencantumkan secara publik semua pelaku yang diketahuinya dan mengizinkan beberapa untuk pensiun dengan uang pensiun, daripada digulingkan.
Laporan tersebut merekomendasikan penghapusan undang-undang pembatasan Maryland untuk klaim pelecehan seksual masa kanak-kanak, yang memungkinkan para korban untuk mengajukan tuntutan hukum perdata atas kerugian mereka. Anggota parlemen negara bagian mengesahkan undang-undang tersebut pada Rabu, menyetujui RUU yang akan mengakhiri pembatasan saat ini yang melarang korban untuk menuntut setelah mereka mencapai usia 38 tahun.
(Rahman Asmardika)