SUDAN - Bentrokan sengit telah dilaporkan di seluruh Sudan saat pertempuran antara faksi bersenjata yang bersaing terus berlanjut untuk memperebutkan kekuasaan.
Kekerasan antara tentara dan kelompok paramiliter yang disebut Rapid Support Forces (RSF) terus berlanjut hingga hari ketiga.
Serikat dokter mengatakan hampir 100 orang telah tewas dan jumlah orang yang terluka diperkirakan mencapai 1.100 orang.
Dikutip BBC, kedua belah pihak mengklaim menguasai situs-situs penting di ibu kota Khartoum, tempat warga berlindung dari ledakan.
Sebelumnya pada Minggu (16/4/2023), mereka mengadakan gencatan senjata sehingga memungkinkan yang terluka dievakuasi, meskipun tidak jelas seberapa ketat mereka mematuhinya.
Para dokter memperingatkan bahwa situasi di rumah sakit di Khartoum sangat sulit, dan pertempuran itu menghentikan staf dan pasokan medis untuk menjangkau orang-orang yang terluka.
Pertempuran itu adalah bagian dari perebutan kekuasaan yang ganas di dalam kepemimpinan militer negara itu, yang telah meningkat menjadi kekerasan antara faksi-faksi yang bersaing.
Dua pria di pusa pemerintahan tidak setuju tentang bagaimana negara harus beralih ke pemerintahan sipil. Sudan telah dijalankan oleh para jenderal sejak kudeta menggulingkan presiden otoriter lama, Omar al-Bashir, pada 2019.
Pada Minggu (16/4/2023) dan Senin (17/4/2023) dini hari, RSF mengklaim telah menduduki lokasi di ibu kota Khartoum. seperti istana kepresidenan, dan kota Omdurman yang bersebelahan, serta di wilayah barat Darfur dan Bandara Merowe di utara negara itu.
Tetapi beberapa laporan menunjukkan bahwa tentara telah mendapatkan kembali kendali atas bandara, dengan militer mengatakan bahwa mereka berurusan dengan "kantong kecil pemberontak".
Tentara sebelumnya membantah bahwa RSF telah merebut situs-situs kunci di ibu kota, dan saksi mata di negara tersebut mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa tentara tampaknya memperoleh keuntungan setelah meledakkan pangkalan RSF dengan serangan udara.
(Susi Susanti)