JAKARTA - Ketua DPP Partai Perindo bidang Hankam dan Siber Dr. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia perlu menetapkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai kelompok separatis. Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan untuk menyelesaikan isu di Papua dengan mekanisme peraturan internasional sebagaimana diatur oleh PBB.
“Dengan status OPM sebagai separatis, maka mekanisme dukungan internasional akan berpihak kepada pemerintah Indonesia. Mekanisme tersebut juga dilaksanakan oleh beberapa negara di dunia yang juga menghadapi separatisme,” kata perempuan yang akrab disapa Nuning itu dalam keterangannya, Selasa, (18/4/2023).
Nuning mengatakan bahwa mekanisme ini telah diterapkan di beberapa negara di dunia yang menghadapi separatisme, seperti di Spanyol terkait dengan Catalunya dan di Irlandia Utara. Isu separatisme di Catalunya diselesaikan dengan cepat dan senyap oleh militer Spanyol, yang mendapat bantuan dari Uni Eropa, sementara separatisme di Irlandia Utara diselesaikan oleh Inggris, yang mendapat dukungan nyata dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Bahkan pemerintah Indonesia pada masa lampau juga menetapkan PRRI dan Permesta sebagai pemberontak di tahun 1950-1960.
“Dengan status separatis atau pemberontak, maka aksi militer dan polisionil sah demi hukum untuk dilaksanakan,” paparnya.
Pemerintah diminta berani menentukan bahwa OPM adalah Separatis atau Pemberontak bersenjata. Sehingga militer bisa melaksanakan operasi militernya.
Selain itu, Nuning menilai bahwa istilah Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB tidak lagi cocok dipakai seiring dengan perkembangan yang terjadi, dimana kelompok itu telah mengancam kedaulatan negara khususnya wilayah Papua.
“Sebaiknya pakai saja KST (Kelompok Separatis Teroris) atau Pemberontak Bersenjata. Selama masih disebut Kriminal maka hanya sebatas kejahatan publik, ini tentu rezim persenjataannya juga bukan seperti untuk hadapi kaum Separatis,” terangnya.
Hal ini juga berkaitan dengan jenis persenjataan dan bom yang digunakan. Nuning menjelaskan, selama persenjataan yang digunakan kelompok teroris masih tergolong konvensional, maka masuk kewenangan Polri. Namun, jika senjata dan bom yang digunakan oleh teroris tergolong senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Destruction), seperti senjata nuklir, senjata biologi, senjata kimia dan senjata radiasi, maka yang menangani adalah TNI.
“Ini akan masalah cepat tepat dalam bertindak. Kalau tidak kita serang, prajurit kita banyak yang gugur. Dalam hal ini yang diserangkan KST bukan OAP (orang asli Papua) yang pro NKRI,” pangkasnya.
(Rahman Asmardika)