Pada 2003, Pagel dan koleganya Walter Bodmer di Universitas Oxford mengusulkan penjelasan lain tentang mengapa manusia purba kehilangan bulunya, yang mereka sebut hipotesis ektoparasit.
Mereka berargumen bahwa primata yang tidak berbulu akan lebih jarang terkena parasit, sebuah keuntungan yang sangat besar.
“Kalau Anda lihat di seluruh dunia, ektoparasit masih menjadi masalah besar dalam bentuk lalat penggigit yang membawa penyakit,” kata Pagel.
“Dan lalat-lalat itu telah terspesialisasi untuk mendarat dan hidup di antara bulu-bulu dan menaruh telurnya di bulu-bulu… Parasit mungkin merupakan salah satu dorongan selektif paling kuat dalam sejarah evolusi kita, sampai sekarang pun begitu.”
Pagel berkata “belum ada hal baru yang membuat kita mempertanyakan” hipotesis ini sejak ia dan Bodmer pertama kali menggagasnya.
Salah satu faktor di sini bisa jadi adalah penemuan pakaian yang dibuat dari bulu hewan lain, yang dapat dilepas dan dicuci.
Penemuan ini akan menempatkan kehilangan bulu pada 100.000 - 200.000 tahun yang lalu, jauh lebih akhir dari yang diperkirakan oleh hipotesis pendinginan tubuh, berdasarkan pada waktu kutu tubuh manusia pertama kali muncul. Sebab, kutu ini yang hanya hidup di pakaian.
Pagel mengatakan ia cenderung percaya bahwa garis waktu ini adalah yang paling mungkin untuk sebagian besar peristiwa kehilangan bulu, meskipun "tidak ada yang benar-benar tahu" karena rambut jarang menjadi fosil.
Sementara itu, Charles Darwin berpikir rontoknya bulu kita adalah akibat dari seleksi seksual, nenek moyang kita lebih suka pasangan dengan lebih sedikit bulu. Kebanyakan peneliti dewasa ini membantah hipotesis ini sebagai penyebab utama kehilangan bulu.
Tetapi ketika berpikir tentang mengapa manusia tak berbulu, ada satu pertanyaan yang terus-menerus muncul: kenapa kita masih punya rambut di kepala, area selangkangan, dan ketiak?
"Satu alasan yang masuk akal ialah manusia mungkin mempertahankan rambut di kepala dan bahkan menumbuhkan rambut yang lebih panjang dan ikal untuk meminimalisir panas dari radiasi matahari," kata Lasisi, yang mempelajari topik ini di tesis doktoralnya (temuannya akan diterbitkan tak lama lagi).
Secara khusus, rambut manusia memiliki struktur rumit yang memungkinkan terbentuknya kantong-kantong udara, sehingga dapat menghamburkan panas dengan sangat efektif dan meminimalisir panas yang sampai ke kulit kepala, ujarnya.
"Semakin banyak ruang antara radiasi matahari, puncak rambut, dengan apa yang ingin Anda lindungi, yaitu kulit kepala, lebih baik."
(Nanda Aria)