Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pangeran Alemayehu, Pemimpin Ethiopia yang Meninggal di Inggris dan Jasadnya Tak Bisa Kembali

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Selasa, 30 Mei 2023 |07:12 WIB
Pangeran Alemayehu, Pemimpin Ethiopia yang Meninggal di Inggris dan Jasadnya Tak Bisa Kembali
A
A
A

UK - Pihak Istana Buckingham telah menolak permintaan pengembalian jasad seorang pangeran dari Ethiopia yang dimakamkan di Kastil Windsor pada abad ke-19.

Pangeran Alemayehu dibawa ke Inggris pada usia tujuh tahun, dan menjadi seorang yatim setelah ibunya meninggal dalam perjalanan. Demikian seperti dikutip dari BBC

Ratu Victoria kemudian menaruh perhatian padanya dan mengurus pendidikannya - dan akhirnya memakamkannya saat ia meninggal di usia 18 tahun.

Tapi pihak keluarga menginginkan sisa jasadnya dikembalikan ke Ethiopia.

"Kami menginginkan jasadnya dikembalikan sebagai anggota keluarga dan warga Ethiopia karena Inggris bukanlah tanah kelahirannya," salah satu keturunan Raja Ethiopia, Fasil Minas kepada BBC.

Tapi dalam sebuah pernyataan yang diterima BBC, juru bicara Istana Buckingham mengatakan pemindahan jasadnya dapat memengaruhi makam-makam yang lain di katakombe [ruangan bawah tanah yang berfungsi untuk pemakaman] Kapel St George di Kastil Windsor.

"Sangat tidak mungkin menggali jasadnya tanpa mengganggu peristirahatan sejumlah orang besar di pemakaman," kata pihak Istana.

Pernyataan ini juga mengatakan otoritas di kapel memahami kebutuhan untuk menghormati kenangan Pangeran Alemayehu, tapi mereka juga memiliki "tanggung jawab untuk menjaga martabat orang yang telah meninggal".

Pihak Istana menambahkan, di masa lalu Rumah Tangga Kerajaan telah "mengakomodasi permintaan utusan dari Ethiopia untuk mengunjungi" kapel.

Pada 1862, dalam sebuah upaya menguatkan kerajaan, ayah Alemayehu yaitu Raja Tewodros II, berkeinginan menjalin persekutuan dengan Inggris. Tapi surat permohonannya itu tidak mendapat tanggapan dari Ratu Victoria.

Geram karena tak ada tanggapan, Raja akhirnya mengambil langkah sepihak dengan menyandera beberapa orang Eropa, termasuk konsul Inggris. Hal ini memicu pengerahan militer besar-besaran yang melibatkan sekitar 13.000 tentara Inggris dan India untuk membebaskan sandera.

Pasukan yang dikirim ini termasuk pejabat dari British Museum.

Pada April 1869, mereka mengepung Benteng Tewodros di Maqdala, bagian utara Ethiopia. Dalam hitungan jam, pertahanan benteng kewalahan.

Sang Raja memutuskan lebih baik bunuh diri dari pada menjadi tahanan Inggris, sebuah tindakan yang menjadikan Tewodros heroik di mata rakyatnya.

Setelah pertempuran, Inggris merampas ribuan artefak budaya dan keagamaan. Hal ini di antaranya mahkota emas, manuskrip, kalung, dan pakaian.

Kalangan sejarawan mengatakan puluhan gajah dan ratusan bagal - hewan sejenis keledai - dikerahkan untuk mengangkut harta karun tersebut.

Saat ini artefak-artefak yang dirampas berada di pelbagai museum dan perpustakaan di Eropa, termasuk menjadi koleksi pribadi.

Pihak Inggris juga membawa serta Pangeran Alemayehu dan ibunya, Ratu Tiruwork Wube.

Tindakan ini diambil Inggris kemungkin untuk menjaga mereka tetap aman dari penangkapan dan potensi pembunuhan oleh musuh-musuh Tewodros yang berada di sekitar Maqdala, menurut Andrew Heavens yang menulis buku The Prince and the Plunder recounts Alemayehu's life.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement