Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Akademisi Lakukan Eksaminasi Putusan Hukuman Mati Ferdy Sambo, Kaji Hal Ini

Nanda Aria , Jurnalis-Minggu, 11 Juni 2023 |15:27 WIB
Akademisi Lakukan Eksaminasi Putusan Hukuman Mati Ferdy Sambo, Kaji Hal Ini
Ferdy Sambo di PN Jaksel/Foto: MPI
A
A
A

 

JAKARTA - Kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma’ruf terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua, masih menjadi sorotan publik. Kini, para akademisi melakukan eksaminasi terhadap putusan hukuman pidana mati Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Nah, ada delapan eksaminator yang bukan orang sembarangan diantaranya Prof. Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, yang saat ini menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Marcus Priyo Gunarto, Prof. Amir Ilyas, Prof Koentjoro, Chairul Huda, Mahmud Mulyadi, Rocky Marbun dan Agustinus Pohan.

 BACA JUGA:

Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mahrus Ali menjelaskan yang dieksaminasi adalah dokumen terkait perkara a quo kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo. Setelah itu, dibuatkan isu hukum untuk Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

"Karena ini adalah eksaminasi, maka jelas kajiannya doktrinal karena dibatasi kepada dokumen yang tertulis. Dokumen itulah dikaji para eksaminasi," kata Ali dikutip dari Youtube LKBH FH UII pada Sabtu, (10/6/2023).

Untuk Ferdy Sambo, kata dia, ada tujuh isu hukum dan Putri Candrawathi ada dua isu hukum. Menurut dia, apakah perbuatan Ferdy Sambo masuk dalam kategori Pasal 340 KUHP atau Pasal 338 KUHP.

 BACA JUGA:

"Memang, secara umum mengatakan bahwa ini sebenarnya tidak tepat untuk Pasal 340, tapi lebih tepat Pasal 338. Karena apa? Keadaan tenang itu tidak terbukti," ujar editor buku berjudul 'Pidana Mati Berdasarkan Asumsi, Kajian Putusan Perkara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi' ini.

Masalahnya, kata Ali, dalam perkara a quo itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya berdasar pada satu keterangan saksi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada Richard.

"Yang keterangan saksi Richard Eliezer itu sama sekali berbeda, bahkan bertentangan dengan saksi yang lain. Sehingga, majelis eksaminator mengatakan ini tidak tepat kalau kemudian dasarnya hanya satu keterangan," jelas dia.

Termasuk misalnya, lanjut dia, motif dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua yang menjadi isu hukum. Memang, semua eksaminator menyebut bahwa motif itu bukan unsur sehingga tidak wajib dibuktikan.

"Tetapi, karena majelis hakim dalam perkara a quo menjatuhkan pidana mati kepada Ferdy Sambo, maka pertimbangan hukum hakim itu harus lengkap, salah satunya adalah motif," sebutnya.

Menurut dia, ada yang menarik jika membaca pertimbangan hukum hakim. Kalau versi penasehat hukum, kata dia, ada faktor pemerkosaan sehingga Ferdy Sambo melakukan tindakan yang tidak boleh. Sementara, jaksa menyebut bahwa motifnya itu bukan perkosaan tapi perselingkuhan.

"Kemudian, hakim menolak kedua motif itu dan mengatakan motifnya adalah kecewa. Walaupun kalau kita membaca pertimbangan hakim, itu tidak jelas kecewanya karena apa," ucapnya.

Jadi, kata dia, eksaminator menilai hakim telah melakukan proses halusinasi. Sebab, lanjut Ali, hakim membuat fakta-fakta itu tidak ada di persidangan tapi menjatuhkan pidana mati kepada Ferdy Sambo.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement