Wilayah operasinya dimulai dari Aceh Timur, Penang (Malaysia), Phuket (Thailand), Rangoon (Myanmar), hingga Manila (Filipina). Pasokan berbagai jenis senjata, hingga bahkan pesawat angkut yang diselundupkan dari luar ke Indonesia, dianggap vital bagi keterlanjutan perlawanan di berbagai daerah.
Suatu ketika eks Menteri Agama RI Laksamana (Purn) Tarmizi Taher, pernah menyatakan: “Tanpa John Lie, sejarah Indonesia bisa berbeda sekali dengan yang kita tahu sekarang,”.
John Lie berpisah dengan The Outlaw pada 30 September 1949. Sehari pada pelayaran perdana dengan kapten baru, Kapten Laut Kusno, The Outlaw malah dikabarkan ditangkap Belanda.
Usai ditugaskan di Pos Hubungan Luar Negeri di Bangkok, Thailand, John Lie dipanggil kembali ke Indonesia untuk berbagai misi militer.
Seperti pemberantasan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Republik Maluku Selatan (RMS), hingga Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perdjuangan Semesta (PRRI/Permesta).
John Lie akhirnya pensiun dengan dua bintang di tanda pangkatnya (Laksamana Muda) pada Desember 1966, . Dia mengubah namanya jadi Jahja Daniel Dharma dan baru menikah di usia 45 tahun dengan Margaretha Dharma Angkuw.
John Lie wafat pada 27 Agustus 1988 setelah penyakit stroke menyerangnya. Jenasahnya dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.