Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Cerita Asal Usul Seragam Loreng Tentara, Awalnya Berwarna Hijau

Susi Susanti , Jurnalis-Sabtu, 17 Juni 2023 |06:01 WIB
Cerita Asal Usul Seragam Loreng Tentara, Awalnya Berwarna Hijau
Ilustrasi seragam loreng (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Saat ini, polisi seperti unit Brimob hingga sejumlah organisasi masyarakat (ormas), begitu bangga berseragam loreng. Seragam kamuflase atau loreng yang lazimnya dipakai tentara ini juga kerap menjadi sasaran fesyen atau mode pakaian.

Banyak orang yang tertarik ingin terlihat dengan gaya army look. Lalu, darimanakah sebenarnya asal usul seragam loreng?

Menurut beberapa sumber, ternyata pola kamuflase pada seragam tentara awalnya hanya hijau. Pasukan resmi pertama di dunia yang mengenakannya adalah Resimen Senapan ke-60 dan 95 Inggris dalam Perang Napoleonic (1803-1815).

Dahulu kala, pasukan Inggris begitu bangga mengenakan seragam berwarna merah atau “red coat”. Tujuannya yakni menggetarkan nyali lawan. Tapi dua unit ini khusus mengenakan tunic atau jaket hijau demi menyamarkan diri mereka dengan rerumputan.

Tunik hijau sempat diikuti para penembak jitu Pasukan Union dalam Perang Sipil Amerika (1861-1865), di mana para tentara reguler justru mengenakan jaket biru yakni Pasukan Konfederasi berjaket abu-abu.

Pola kamuflase hijau kembali dipergunakan dalam Perang Dunia I (PD I), di mana sebuah korps pasukan Prancis, khusus dipakaikan seragam hijau oleh Lucien-Victor Guirand de Scévola yang kemudian segera diikuti Inggris dan Amerika Serikat.

Pasca-PD I, baru mulai bermunculan pola-pola kamuflase loreng yang jadi patokan untuk berbagai pasukan di dunia saat ini. Seperti pola loreng “Splittertarnmuster”.

Pola kamuflase dengan empat warna (coklat, hijau, hitam dan khaki) itu jadi pola “loreng” pertama di dunia dan digunakan Angkatan Darat Jerman sejak 1931. Pola kamuflase ini kala itu lebih banyak digunakan untuk bahan poncho atau jas hujan.

Seiring waktu berjalan, pola-pola loreng ini berkembang dan memang dipopulerkan militer Jerman. Mereka memunculkan beragam pola-pola lainnya, seperti “Platanenmuster" versi musim panas dan musim gugur (1937), “Splittermuster” untuk Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) pada 1941, hingga “Liebermuster” pada 1945.

Tak ketinggalan Waffen SS atau Pasukan Partai Nazi Jerman juga gemar menggunakan berbagai pola loreng lainnya di masa Perang Dunia II. Macam Rauchtarnmuster (pola smoke) yang sudah eksis sejak 1939, “Palmenmuster” (pola pohon palem) pada 1941, “Beringtes Eichenlaubmuster” (pola daun oak) 1942, serta “Erbsenmuster” (pola kacang polong) 1944-1945.

Amerika Serikat (AS) pada 1942, sudah punya seragam pola loreng “Frog Skin” atau kulit kodok. Tapi penggunannya di Perang Dunia II Front Eropa, dibatalkan karena sering saru dengan pola loreng milik Jerman Nazi, hingga hanya digunakan Korps Marinir di Front Pasifik.

Pola loreng itu juga sempat dipakai tentara Belanda di Indonesia pasca-Perang Dunia II. Pola Flecktarn milik Jerman sekarang berkembang berbagai versi dan masih dipakai beberapa pasukan negara lainnya selain Jerman.

Sementara untuk TNI, saat ini setiap matra punya pola loreng tersendiri. Padahal dulu masih disamakan lho, yakni dengan pola loreng DPM-95 (Disruptive Pattern Material), sebagaimana yang juga dipakai tentara Inggris atau berbagai tentara di sejumlah eks koloni Inggris.

Selain DPM, pola loreng yang juga cukup banyak dipakai tentara lain dan terutama Amerika Serikat, adalah Woodland yang juga punya berbagai varian. Selain itu juga ada pola digital berbagai varian yang perintisnya adalah militer Kanada.

Pola digital Canadian Disruptive Pattern (CADPAT ) ini, didesain sejak 1988 dan digunakan demi mengurangi deteksi alat-alat night vision atau alat pelacak gelap di malam hari.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement