Di sinilah keahlian dan pengalaman Maman di bidang radio betul-betul dimanfaatkan.
Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian teknik, Maman menyalurkan siarannya melalui pemancar yang bergelombang 16 meter, yang berada di Bandung.
Penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio bangsa Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh.
Ketika bertemu dengan pemuda Jusuf Ronodipuro pada 18 Agustus 1945 menceritakan bahwa Hosokkyiku (pusat siaran radio pendudukan Jepang di Jalan Merdeka Barat) ditutup, Maman tetap bertekad agar keberadaan Indonesia sebagai negara baru merdeka diketahui dunia internasional.
Pemancar-pemancar ilegal mulai dibangun. Dengan bantuan beberapa pegawai radio dan keahlian di bidang teknik, sebuah pemancar berkekuatan 85 meter berhasil didirikan di sebuah gedung di Jalan Menteng Raya, Jakarta. Namun pemancar itu kemudian dipindahkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di Jalan Salemba 6. Radio Indonesia pun mulai mengudara menyiarkan berita-berita ke luar negeri dengan call This is Voice of Free Indonesia atau Inilah Suara Indonesia Merdeka.