Bahkan, A juga mendengar kabar dari orang lainnya kalau perbuatan itu dilakukan suka sama suka sehingga ada perdebatan dalam diri A guna mengetahui peristiwa sebenarnya, apakah pacarnya itu diperkosa atau benar dilakukan atas dasar suka sama suka.
"Sehingga, dia merencanakan pertemuan itu, saya ilustrasikan pertemuan itu tujuannya untuk mengetahui suka sama suka atau dipaksa ya. Kemudian direncakanlah bagaimana caranya supaya bisa ketemu dan bertemulah mereka," jelas Andreas Nahot.
Andreas menerangkan, sepanjang perjalanan, A mengajak temannya dan pacarnya, di mana dalam mobil sebelum pertemuan terjadi, terjadi umpatan kebencian dari si A seperti kata-kata, gw pukul nih, gw habisin nih. Ternyata, saat konfrontasi itu, terjadi eskalasi emosi sehingga terjadilah kekerasan.
BACA JUGA:
"Pertanyaan saya apakah dalam kejadian tersebut si A ini hauler atau hunter perencana atau tidak. Kedua, apakah umpatan kebencian itu, gw pukul, gw habisi, sudah cukup secara ilmu pengetahuan dikatakan sebagai sebuah perencanaan?" tanya Andreas lagi.
BACA JUGA:
Natalia lantas mengungkapkan, si A itu mengalami dilema membuktikan pacarnya melakukan perbuatan intim itu atas dasar suka sama suka atau diperkosa. Di situ, harus dipastikan apakah sikap A mengkonfrontasi kedua hal itu ataukah tidak dan harus pula dilihat apa yang ada dipikiran A kala itu.
"Karena namanya mensrea itu idle mindnya itu harus ditanya, harus diperiksa gitu, karena yang namanya planing juga harus kita pelajari, tak bisa kita duga dari perilakunya saja," jelas Natalia.
"Mungkin kalau dari perilaku bisa kita lihat apakah besaran emosinya tapi kan waktu terjadi perubahan kan cuma dia dan Tuhan yang tahu, awalnya apa atau bagaimana, atau kita bisa lihat dari potongan-potongan peristiwa kita bisa profiling itu," imbuh Natalia.
Natalia menjabarkan bahwa harus pula dilihat apakah saat A berbicara dengan temannya, di mana umpatan A itu bagian dari motif ataukah tidak, guna menentukan umpatan tersebut masuk dalam bagian perencanaan. Pasalnya, saat seseorang melakukan kekerasan biasanya terdapat motif yang harus dilihat.
"Biasanya orang melakukan tindak kekerasan kalau di teori the season making, apakah ini sesuatu yang sifatnya tindakan perilaku impulsif atau ini yang goal directed atau yang planing bener gitu, atau ini hanya impulsive behavior saja karena situasinya berubah nih dari apa yang dia rencanakan awalnya, itu sangat mungkin," kata Natalia.
"Perlu kita lihat motifnya apa saat itu, apakah saat dia lagi marah karena dia lagi gak terima nih apalagi dia egonya besar, ini orang bisa-bisanya nih cewek gw diapa-apain, kalau ini kaitannya sama self esteem, kan biasanya tiap orang ada yang harga dirinya kuat banget, kecolek sedikit dia bisa langsung emosinya besar," paparnya.
Natalia menambahkan, selain motif, perlu juga dilihat nilai-nilai apa yang menjadi prinsip si A dalam hidupnya lantaran hal itu juga menjadi bagian dari dia dalam melakukan tindakannya.
"Apakah dia memang mau mengupayakan keadilan, jadi disitu dia datang udah mindsetnya mengupayakan keadilan gitu, tapi bentuk keadilannya seperti apa, itu juga yang harus kita pertanyakan. Dari situ kita bisa lihat apa usaha dia tuk mendapatkan keadilan tadi karena masing-masing orang nanti beda-beda nih, tergantung nilai yang dia punya atau kalau misal dia didiknya," katanya.
(Fakhrizal Fakhri )