Guruh lantas bersurat kepada Susy Angkawijaya, Suwantara, dan notaris Ruli Iskandar untuk pengembalian pinjaman Rp35 miliar beserta bunga 4,5 persen terhitung sejak Mei hingga Desember 2011. AJB kembali dibuat antara Guruh dan Susy, hanya saja surat tersebut tak pernah ditanggapi.
Pada Februari 2021, Guruh mengirim surat undangan kedua dan baru ditanggapi oleh Susy. "Susy menjawab bahwa 'Pak Guruh silakan keluar dari rumah tersebut karena rumah tersebut sudah saya beli dengan AJB," ucap Simeon.
Guruh merasa dibohongi karena harga pasaran tanah dan rumah seluas 1.474 meter persegi itu ditaksir mencapai Rp150 miliar. Namun, kata Simeon, dalam AJB hanya Rp16 miliar dan Susy disebut tidak pernah melakukan pembayaran.
"Sehingga Guruh merasa tertipu, dizolimi, karena harus kehilangan rumah tanpa ada pembayaran, juga pinjaman kepada Suwantara sebesar Rp 35 miliar berikut bunga 4,5 persen dari Mei hingga Desember 2011 belum dibayar dan PPJB belum dibatalkan," ungkap dia.
Guruh bersikukuh tidak mau mengosongkan dan menyerahkan objek tanah dan rumah kepada Susy. Pada Januari 2014, Susy melayangkan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Di sisi lain, Guruh mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum untuk membatalkan AJB yang dinilai cacat formil dan materiil. PN Jakarta Selatan menolak gugatan Guruh dan mengabulkan gugatan balik Susy Angkawijaya.
Setelahnya, Susy mengajukan permohonan eksekusi dan Ketua PN Jakarta Selatan mengeluarkan penetapan nomor 95/Eks.Pdt/2019 Jo Nomor 757/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel pada 15 Juni 2020.
"Bahwa terhadap penetapan eksekusi Ketua PN Jakarta Selatan dan Berita Acara Sita oleh juru sita, maka Guruh Soekarnoputra mengajukan gugatan perlawanan," kata Simeon.
(Arief Setyadi )