Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Polusi Jakarta Jadi Sorotan Media Asing, Tekankan Berbagai Dampak Buruk Bagi Kesehatan

Susi Susanti , Jurnalis-Rabu, 16 Agustus 2023 |07:34 WIB
Polusi Jakarta Jadi Sorotan Media Asing, Tekankan Berbagai Dampak Buruk Bagi Kesehatan
Polusi udara di Jakarta jadi sorotan media asing (Foto: AFP)
A
A
A

JAKARTA – Beberapa hari ini masalah polusi udara yang mendera ibu kota Indonesia, Jakarta menarik perhatian banyak orang. Termasuk menjadi pemberitaan di media asing.

Beberapa media beramai-ramai menurunkan masalah polusi dengan beragam judul dan sudut pandang.

Seperti judul ‘Indonesia's capital named world's most polluted city’ yang ditulis CNA, ‘Jakarta named world’s most polluted city, as Indonesian residents worry about health risks’ yang ditulis South China Morning Post (SCMP), lalu ‘Jakarta pollution blamed for respiratory problems’, yang ditulis Asia News Network.

India Today juga menurunkan artikel senada berjudul 'Jakarta tops list of most polluted cities globally, children's health at risk'.

The Star juga menurunkan artikel berjudul 'Jakarta air pollution hits new dangerous heights; reading now 16 times higher than what is considered safe as Indonesians fear health risks'.

BBC juga menurunkan tema yang sama dengan judul ‘Jakarta: Living with asthma in the world's most polluted city’.

Beberapa artikel ini banyak menekankan tentang dampak buruk polusi bagi kesehatan. Terutama bagi mereka yang sudah memiliki Riwayat penyakit pernapasan. Seperti artikel yang diturunkan BBC.

Berbagai dokter menyarankan Farah Noorfirman untuk meninggalkan kampung halamannya di Jakarta demi kesehatannya.

Penderita asma berusia 22 tahun itu sering memakai masker dan membawa inhaler, namun kualitas udara di kota tidak membantu.

Ibu kota Indonesia yang telah lama bergelut dengan polusi udara ini menduduki peringkat kota paling tercemar di grafik global hampir setiap hari pada pekan lalu.

Pekan lalu, Jakarta melihat konsentrasi partikel polusi di udara yang dikenal sebagai PM2.5 melebihi kota-kota berpolusi berat lainnya seperti Riyadh, Doha dan Lahore, menurut data langsung dari perusahaan teknologi kualitas udara Swiss IQAir. Perusahaan memeringkat polusi di kota-kota besar secara real time setiap hari.

Jakarta juga secara konsisten menempati peringkat di antara 10 kota paling tercemar secara global sejak Mei. Ibu kota dan wilayah sekitarnya adalah rumah bagi sekitar 30 juta orang.

Saat ini, Farah juga membawa oksimeter - alat yang biasanya diletakkan di ujung jari untuk mengukur kadar oksigen dalam darah seseorang - untuk memantau kondisinya dengan lebih baik.

“Bagi penderita asma, walaupun kadar oksigen turun sedikit saja, sangat terasa. Dan bukan hanya sesak, dada saya sakit sekali. Jadi susah bernafas,” kata Farah yang bekerja magang di agen pemasaran.

"Asma saya parah dan juga turun-temurun. Setiap dokter menyuruh saya pindah dari Jakarta. 'Keluar dari Jakarta kalau mau sembuh, atau begini terus,' begitu kata mereka,” lanjutnya.

"Saya cukup lelah karena tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi di sinilah saya tinggal. Selain memakai masker, tidak banyak yang bisa saya lakukan," ujarnya.

Sementara itu, otoritas setempat menyalahkan lonjakan polusi pada musim kemarau dan emisi kendaraan, dan akan segera melakukan pemeriksaan acak terhadap kendaraan dan memaksa pengemudi menjalani tes emisi.

Presiden Joko Widodo pada Senin (14/8/2023) bahkan mengamanatkan agar seluruh PNS bekerja dari rumah di tengah memburuknya kualitas udara.

Presiden Widodo mendesak modifikasi cuaca untuk menghasilkan hujan buatan di Jabodetabek, dan menyarankan perusahaan untuk memberlakukan kerja hybrid.

Pemerintah kota juga mempertimbangkan untuk memerintahkan separuh pegawai negerinya untuk bekerja dari rumah.

Namun warga Jakarta seperti Juan Emmanuel Dharmadjaya mengalami dilema.

“Saya sangat ingin tinggal di Indonesia karena di sinilah saya lahir dan keluarga saya ada di sini. Tapi polusi udara adalah silent killer,” ujarnya.

Pria berusia 22 tahun itu sebelumnya menderita TBC dan sekarang memiliki masalah sinus. Kualitas udara yang memburuk berdampak pada kesehatannya, katanya.

"Saya tidak bisa fokus pada kehidupan sehari-hari karena hidung saya selalu berair dan sangat gatal," kata Juan, yang bekerja di industri IT.

“Di Eropa, saya tidak pernah pilek atau batuk bahkan selama musim dingin ketika suhu turun di bawah titik beku. Namun ketika saya kembali ke Jakarta, hidung saya langsung meler. Ini sangat buruk dan tersumbat,” ujarnya, menyinggung masa kuliahnya di Jerman.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement