JAKARTA - Polda Metro Jaya mengungkap kasus penjualan video gay kids (VGK) yang disebarkan melalui Telegram. Pelaku menjual video dibanderol dengan harga minimal Rp150 ribu.
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menjelaskan, kasus tersebut bermula saat polisi melakukan patroli siber. Dalam kasus tersebut sebanyak dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni LHN (16) dan R (21).
"Pada saat kegiatan patroli siber dilakukan, petugas menemukan adanya dugaan tindak pidana penyebaran maupun penjualan konten video maupun foto asusila sesama jenis atau yang disebut dengan penyimpanan seksual, yang juga mengeksploitasi anak sebagai korbannya di dalam konten video maupun foto yang disebar maupun yang dijual melalui media sosial. Itu terjadi pada tanggal 26 Juli 2023," kata Ade dalam konferensi pers Jumat (18/8/2023).
LHN berperan menjadi admin yang mempromosikan video maupun foto VGK. Kemudian foto dan video tersebut melakukan direct messaging kepada anak berkonflik dengan hukum.
"Dengan membayarkan sejumlah uang kepada anak yang berkonflik dengan hukum melalui rekening penampung," katanya.
"Untuk selanjutnya yang bersangkutan ataupun para peminat atau pembelinya akan dimasukkan dalam satu grup telegram, yang di situlah kemudian akan di transmisikan sejumlah foto maupun video berlangganan yang telah disepakati antara kedua belah pihak," jelasnya.
Sementara R juga mempromosikan VGK via telegram. Masing-masing video dibanderol dengan harga Rp150.000-Rp250.000.
"Tersangka R membandrol terkait dengan untuk bisa mengakses konten video maupun foto asusila sesama jenis, termasuk di dalamnya mengeksploitasi anak sebagai korbannya, yaitu Rp 150.000 untuk mendapatkan foto dan video pornografi sesama jenis khusus dewasa," katanya.
"Sedangkan Rp 250.000 untuk mendapatkan konten video maupun video yang melibatkan atau mengeksploitasi anak sebagai korban di dalamnya," jelasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 27 Ayat (1) Jo 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik dan Pasal 4 Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Kemudian, Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 76 I jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Ini akan terus kami lakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut berkoordinasi dengan stakeholder terkait," ujar Ade.
(Arief Setyadi )