JOMBANG - Meski masa mudanya dihabiskan untuk berjuang, namun banyak dari para pejuang yang ternyata hidup sederhana di masa tuanya. Di Jombang, Jawa Timur, seorang nenek mantan pejuang era penjajahan Belanda kini hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur. Di usianya yang sudah renta, sang wanita mantan pejuang itu kini harus hidup dalam gelap karena matanya sudah tidak lagi melihat.
Pejuang itu bernama Paiat (95) warga Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Di masa mudanya, Nenek Paiat bukanlah wanita biasa. Ia merupakan salah satu dari sekian banyak pejuang yang dulu ikut mempertaruhkan nyawanya melawan penjajah Belanda.
Bahkan tak hanya Paiat saja, suaminya yang bernama Saroni dulu juga merupakan pejuang yang ikut bergerilya dan bertempur langsung melawan penjajah Belanda, Jepang dan Inggris. Namun sayangnya setelah Indonesia merdeka, baik Kakek Saroni maupun Nenek Paiat tidak mendapat apapun dari negara.
Baru pada tahun 1990-an, Kakek Saroni bertemu temannya sesama pejuang sehingga namanya didaftarkan ke TNI dan mendapat SK pensiun dengan pangkat terakhir Kopda (Kopral dua).
Setelah Kakek Saroni meninggal dunia, Nenek Paiat kini hanya tinggal bersama dua anak dan cucunya. Tubuhnya sudah renta dan matanya sudah tidak bisa melihat.
Semasa mudanya, Nenek Paiat merupakan wanita yang pandai memasak sehingga dipekerjakan sebagai koki oleh Belanda. Namun, meski bekerja pada Belanda, Nenek Paiat tidak pernah lupa pada jati dirinya sebagai pejuang.
Setiap pagi saat mendapat tugas untuk belanja di pasar, Nenek Paiat rutin mencuri senjata api milik pasukan Belanda dan dimasukkan ke dalam keranjang belanjaannya. Di pasar, dia menjumpai gerilyawan dan rutin menyerahkan senjata-senjata hasil curiannya tersebut.
Buah dari pekerjaannya yang sangat berbahaya itulah, banyak gerilyawan yang kemudian memiliki senjata api untuk dipakai menyerang Belanda.
Bertepatan dengan peringatan HUT Ke-78 RI, perangkat Desa Kepatihan beramai-ramai mengunjungi Nenek Paiat. Mereka memberikan sejumlah bantuan kepada Nenek Paiat dan keluarganya.
Para perangkat desa itu merasa terharu dan bangga karena pelaku sejarah perjuangan merebut kemerdekaan yang sangat bersejarah itu ternyata masih ada di desa mereka.
“Kami berjanji untuk membantu kebutuhan apapun yang diperlukan untuk Nenek Paiat,” ucap Kades Kepatihan, Erwin Pribadi, Kamis (17/8/2023).
(Qur'anul Hidayat)