JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa produk wine merek Nabidz haram. Hal itu lantaran produk tersebut memiliki kadar alkohol yang tinggi.
Produk wine tersebut sempat viral usai Kementerian Agama (Kemenag) mencabut sertifikasi halalnya. Menanggapi hal ini, Ketua DPP Partai Perindo Bidang Keagamaan, Abdul Khaliq Ahmad menyerukan kepada masyarakat, khususnya umat muslim, untuk mengonsumsi produk halal yang telah dijamin dan dilindungi oleh pemerintah.
"Oleh karena itu, Kementerian Agama dan MUI berkewajiban untuk menjamin dan melindungi konsumen muslim dari produk makanan dan minuman yang tidak halal," kata Abdul Khaliq, Kamis (24/8/2023).
Abdul Khaliq, yang merupakan bacaleg DPR RI dari Partai Perindo Dapil Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu, mengingatkan agar Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) harus lebih ketat lagi dalam melakukan sertifikasi halal pada produk makanan dan minuman.
"Dalam melakukan proses sertifikasi halal sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH harus melibatkan secara aktif lembaga pemeriksa halal atau LPH dan MUI sebagai sumber rujukan hukum sesuai dengan syariat Islam," jelasnya.
Abdul Khaliq menambahkan, selain melakukan sertifikasi halal kepada sejumlah produk, pencantuman labelisasi halal dalam kemasan produk juga harus tertera dengan jelas. Hal itu sebagai jaminan terhadap produk halal yang aman dikonsumsi masyarakat.
"Sebagai jaminan kehalalan dari suatu produk hal ini untuk memudahkan masyarakat untuk bisa melihat apakah produk itu halal atau tidak," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pihaknya memutuskan bahwa produk wine Nabidz haram berdasarkan temuan tiga laboratorium kredibel yang melaporkan kepada Komisi Fatwa MUI.
“Komisi Fatwa telah mendapatkan informasi dari tiga uji laboratorium berbeda yang kredibel terkait dengan produk Nabidz. Dari ketiga hasil uji lab tersebut diketahui bahwa kadar alkohol pada produk Nabidz cukup tinggi, maka haram dikonsumsi muslim,” kata Kiai Niam dikutip dalam laman MUIDigital, Selasa (22/8/2023).
Dia mengatakan, temuan tiga laboratorium ini menunjukkan bahwa proses pemberian sertifikasi halal kepada Nabidz tersebut bermasalah.
BACA JUGA:
Karena menyalahi standar halal MUI, Komisi Fatwa tidak pernah memberikan sertifikasi halal pada produk Nabidz dan juga tidak bertanggung jawab soal terbitnya sertifikasi halal Nabidz ini.
Selain itu, Niam mengatakan, berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan.
BACA JUGA:
Empat kriteria tersebut yakni: Pertama, tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kedua, tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan, terutama babi dan khamr.
Kecuali, yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
Ketiga, tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mi instan rasa babi, bacon flavour dan lain-lain.
Keempat, tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dan lain-lain.
Selain itu, lanjut Niam, Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/ethanol (C2H5OH) minuman 0,5%.
(Nanda Aria)