IKATAN keluarga yang sangat kuat terjalin antara tokoh-tokoh Pesantren Tebuireng dan Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Kabupaten Jombang. Tokoh pesantren ini dipersatukan pada jalur KH Soichah.
Melansir NU Online, Kiai Soichah nama aslinya adalah Abdus Salam, punya dua menantu bernama KH Said dan KH Usman. Kiai Abdus Salam merupakan putra Kiai Abdul Jabbar putra Kiai Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Kiai Abdurrohman (Joko Tingkir).
Dari jalur KH Said lahir KH Hasbullah yang kemudian melahirkan KH Abdul Wahab Hasbullah. Sedangkan KH Usman menurunkan Halimah (Winih) yang kelak dinikahi oleh KH Asy'ari dan melahirkan Pendiri Pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asy'ari.
Hari Lahir Gus Dur Setahun Dua Kali, Kok Bisa?
Kiai Usman sendiri menikah dengan putri Kiai Soichah bernama Layyinah. Kemudian menurunkan Halimah (Winih), Tandur, Cukul, Lilir dan Jebul. KH Usman merupakan putra dari KH Hasan yang berasal dari Demak, Jawa Tengah.
Konon, KH Hasan masih keturunan dari Raden Patah, pendiri kerajaan Demak Bintoro. Kiai yang biasa disapa Mbah Hasan adalah seorang yang haus akan ilmu, kemudian sampailah ia di padepokan yang dipimpin KH Soichah.
Menurut Pengasuh Pesantren Al-Ghozali Bahrul Ulum, KH Jauharuddin Al-Fatih, Kiai Said saat itu lebih fokus pada pelajaran syariat dan bertempat tinggal di sisi barat sungai yang dinamai Dusun Tambakberas.
Sedangkan Kiai Usman bermukim di bagian timur sungai, Dusun Gedang. Dua menantu Kiai Soichah ini menekuni ilmu yang berbeda, Kiai Said di bidang syariat dan Kiai Usman bagian ilmu thariqat.
BACA JUGA:
"Pesantren Bahrul Ulum dirintis sejak tahun 1825 dan Pesantren Tebuireng dirintis pada tahun 1899. Dua pesantren ini punya hubungan yang kuat, jadi wajar kalau KH Hasyim Asy'ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah itu punya hubungan yang sangat dekat, karena pendahulunya KH Said dan Kiai Usman sama-sama menantu pendiri Pesantren Bahrul Ulum Kiai Soichah" kata Kiai Jauharuddin Al-Fatih, dikutip Kamis (7/9/2023).
Jalur thariqat Kiai Usman didapatkan lewat Kiai Wahab dari Jorosan yang mengamalkan thariqat Qodiriyah wa Naqsabandiyah. Dan ketika Kiai Usman meninggal dunia pengembangan pondok thariqat pindah ke Kapas, Peterongan, Jombang dikarenakan ia tidak punya penerus anak putra.
Hingga saat ini, jamaah thariqat ini masih eksis dan terus memiliki pengikut. Sementara sisa santri yang masih ada sebagian pindah ke sebelah barat sungai, bergabung dengan pondok Kiai Said. Sebagian lagi ikut menantunya bernama Kiai Asy'ari ke Jombang bagian selatan tepatnya di Desa Keras, Kecamatan Diwek, Jombang. Kemudian dari sini berkembang menjadi Pondok Pesantren Tebuireng.
Ada kisah menarik saat Kiai Usman belum lahir. Saat ia masih di dalam kandungan sang ibu, ayahnya Kiai Hasan mengalami kejadian unik. Saat itu Kiai Hasan sedang memasak nasi di atas tungku, tiba-tiba telihat benda berkilau di dasar tungku.
Setelah diamati oleh Kiai Hasan, tampaklah bongkahan-bongkahan emas. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengambil cangkul dan menggali tanah untuk mengubur emas tersebut sambil meratap, "Bukan ini duh Gusti yang hamba cari. Bukan ini".
Kiai Hasan mengharapkan keturunan yang bisa melampiaskan dahaganya akan ilmu pengetahuan. Doanya pun terkabul, tak lama kemudian lahirlah anak laki-laki yang diberi nama Usman. Usman kemudian dititipkan kepada Mbah Soichah untuk dididik secara langsung. Pemuda bernama Usman ini akhirnya menjadi salah seorang murid terpandai sehingga Mbah Soichah merasa perlu mengangkatnya sebagai menantu.