Menurut Heru Atmodjo, Supardjo terkesan dengan Sjam karena mengira dia pernah dikirim ke RRC sebagai komisaris politik untuk pasukan militer. Namun, informasi ini dibantah anggota BC yang mengenal Sjam. Menurutnya, Sjam tidak pernah mengikuti latihan militer di RRC. Kepergian Sjam ke RRC dikatakannya hanya untuk keperluan berobat.
Namun kesan Sjam sebagai wakil PKI telanjur membuatnya terkesan. Benedict Anderson yang menyaksikan sidang Mahmilub perkara Sjam tahun 1967 menyatakan, dirinya tidak bisa percaya bahwa Sjam merupakan kader PKI karena retorikanya datang langsung dari aktivisme nasionalis tahun 1940 akhir.
Sebagai anggota PKI, Sjam juga diketahui tidak pernah membaca buku-buku Marxisme-Leninisme. Prinsipnya hanya satu, mengabdi kepada Aidit. Dia melihat Aidit sebagai Stalin dan Mao versi Indonesia yang diagung-agungkan.
Menurut Sjam, ideologi partai adalah cinta kepada partai. Saat PKI telah hancur pada tahun 1967, Sjam kembali ke sifat oportunisnya. Dia berusaha menyalamatkan dirinya sendiri dan menghianati kawan-kawannya sendiri.
Dalam kesaksiannya, Sjam menyebut dua perwira militer yang menjadi bagian dari BC. Salah seorang dari mereka akhirnya ditangkap dan dipenjarakan akibat pengakuan dari Sjam. Dia juga menyebut lebih banyak nama lagi.
Dengan memberikan informasi yang dibutuhkan dan bukan yang benar, Sjam berharap hidupnya akan lebih panjang. Setelah 10 kali disidang, pengadilan menjatuhkan vonis mati kepadanya tahun 1968 dan baru tahun 1986 hukuman itu dilakukan.
Diolah dari berbagai sumber :
Manai Sophiaan, Kehormatan Bagi yang Berhak, Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI, Visimedia, Cetakan Kedua 2008.
Murad Aidit, Aidit Sang Legenda, Panta Rei, Cetakan Pertama, September 2005.
John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, Hasta Mitra, Cetakan I 2008.
Pater Dale Scott, Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno 1965-1967, Vision 03, Cetakan Kedua September 2003.
(Erha Aprili Ramadhoni)