JAKARTA- Petani Tembakau meminta dilibatkan untuk Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Karena dalam pembahasan RPP, Petani dinilai kurang diberikan ruang untuk berpartisipasi.
"Saya pernah diundang, kemudian saya melihat bahwa ini dipaksakan. Ini bukan musyawarah untuk menciptakan solusi," ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji, kepada wartawan, Sabtu (7/10/2023).
Pihaknya telah mengikuti proses pembahasan pengamanan zat adiktif sejak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Kesehatan. Menurutnya, RUU Omnibus Kesehatan sudah baik karena tidak menyamakan tembakau dengan zat psikotropika.
Agus menambahkan, bahwa jumlah pelaku ekonomi di industri tembakau sangatlah besar. Untuk petani saja, jumlahnya sekitar 3,1 juta orang, belum termasuk buruh tani. Hal ini belum menghitung pekerja dari sektor pendukung lain seperti buruh angkut, sopir truk, dan lain-lain.
"Sebelum dibikin aturan-aturan yang mengebiri pertembakauan, ingat ini sangat signifikan, karena tembakau ketika panen bisa menunjang masa depan para petani tembakau, anak-anak untuk sekolah, dan ekonomi keluarga," katanya.
Pada saat yang sama, industri tembakau saat ini sedang mengalami penurunan yang tajam selama 10 tahun ke belakang. Agus merasa bahwa kesejahteraan para petani yang menjual tanaman tembakau terus menurun.
Hal ini juga linear dengan penurunan produksi legal dari produk rokok, yang juga diikuti oleh penurunan angka prevalensi perokok dewasa selama 5 tahun terakhir menurut data BPS.