 
                WASHINGTON DC – Pertikaian sengit antara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Israel makin mempersulit upaya internasional dalam mengatasi krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. PBB dikritik atas “ketidakmampuan” mereka dalam mengambil peran penting untuk mengatasi konflik Palestina dan Israel.
Bermula ketika Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memberikan pernyataan yang memicu kemarahan Israel dalam pertemuan yang diadakan oleh Dewan Keamanan PBB pada Selasa, (24/10/2023).
“Serangan oleh Hamas tidak terjadi dalam ruang hampa... Rakyat Palestina telah mengalami 56 tahun penjajahan yang mencekik," kata Guterres, sebagaimana dikutip dari Global Times.
Kedutaan Besar Israel kemudian meminta Guterres mengundurkan diri dan mengancam akan menolak memberi visa kepada para pejabat PBB. Hal ini dibuktikan dengan penolakan visa Wakil Sekretaris Jenderal PBB Martin Griffiths oleh Israel untuk urusan kemanusiaan.
Lantas, apa sebenarnya peran PBB dalam mencapai penyelesaian atas masalah Palestina dan Israel?
DIPLOMATIK
Ketika Hamas melancarkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober, PBB mendesak dilakukannya upaya diplomatik untuk mencegah tindak kekerasan semakin bertambah. Organisasi global ini juga mendesak pihak Hamas dan Israel untuk menghentikan pertikaian lebih lanjut.
Pada 15 Oktober, Guterres menyerukan pembebasan sandera kepada Hamas dan meminta Israel untuk mengizinkan akses masuk bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza. Dia kemudian meminta adanya gencatan senjata dari kedua pihak setelah pengeboman Rumah Sakit Al-Ahli di Gaza, yang menewaskan sekitar 500 warga Palestina pada 18 Oktober.
Dua hari kemudian, kepala PBB mengunjungi penyeberangan Rafah antara Mesir dan Jalur Gaza. Pada 24 Oktober, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan bersama 15 duta besar negara untuk membahas kekerasan dan krisis kemanusiaan yang terus meningkat di Gaza. Pertemuan ini menghasilkan dua resolusi yang diusulkan oleh Rusia dan Brazil, namun keduanya tidak berhasil.