DN Aidit terlibat aktif dalam PKI. Menukil wikipedia, karier politiknya bermula pada 1940, DN Aidit mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Bersama dengan teman seindekosnya, Mochtar, mereka juga memulai usaha penjahitan yang diberi nama "Antara".
Tempat ini menjadi pusat strategis bagi para aktivis pada masa itu, termasuk tokoh-tokoh ternama seperti Adam Malik dan Chaerul Saleh. Sejumlah seniman yang dikenal dengan sebutan seniman Senen juga sering berkumpul di sini, terutama mereka yang berasal dari Minangkabau dan aktif berjualan serta membuka restoran.
Setelah itu, Aidit melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dagang ("Handelsschool"). Di sana, ia mendalami teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda, yang kemudian berganti nama menjadi PKI.
Selama terlibat dalam aktivitas politik, Aidit menjalin pertemanan dengan tokoh-tokoh yang kelak memainkan peran kunci dalam politik Indonesia. Awalnya, Mohammad Hatta memberikan harapan besar dan kepercayaan pada Aidit, menjadikannya anak didik kesayangan Hatta.
Namun, perbedaan ideologi politik akhirnya membawa keduanya berpisah arah. Meskipun Aidit adalah seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), ia menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno dan memilih membiarkan PKI berkembang tanpa mengejar kekuasaan.
Sebagai imbalan atas dukungannya terhadap Sukarno, Aidit berhasil menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PKI dan kemudian sebagai Ketua.
Di bawah kepemimpinannya, PKI berkembang menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah Uni Soviet dan Tiongkok. Aidit aktif mengembangkan program-program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lainnya.