KUBA- Seorang mantan diplomat Amerika Serikat (AS) yang menjabat sebagai duta besar untuk Bolivia telah didakwa bekerja sebagai agen pemerintah Kuba atau mata-mata selama lebih dari 40 tahun.
Victor Manuel Rocha, 73 tahun, dituduh membantu Kuba mengumpulkan informasi intelijen melawan AS sejak 1981.
Menurut dokumen pengadilan, Rocha menyebut AS sebagai musuh dan mengklaim bahwa pekerjaannya sebagai agen rahasia memperkuat Revolusi.
Belum jelas apakah dia memiliki pengacara yang bisa memberikan komentar atas namanya.
Departemen Kehakiman AS mengatakan mantan diplomat itu ditangkap pada Jumat (1/12/2023) lalu di Miami setelah operasi penyamaran yang berlangsung lebih dari setahun.
Jaksa Agung Merrick Garland mengatakan kasus ini adalah salah satu penyusupan yang paling luas jangkauannya dan paling lama terhadap pemerintah AS yang dilakukan oleh agen asing.
“Selama lebih dari 40 tahun, Victor Manuel Rocha menjabat sebagai agen pemerintah Kuba dan mencari serta memperoleh posisi di pemerintahan Amerika Serikat yang akan memberinya akses terhadap informasi non-publik dan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri AS,” terangnya, dikutip BBC.
Rocha diketahui lahir di Kolombia dan dibesarkan di New York City. Dia memperoleh gelar dari Yale, Harvard dan Georgetown.
Dia bekerja sebagai duta besar AS untuk Bolivia dari 1999 hingga 2002, dan menjabat di beberapa peran pemerintahan. Termasuk di Dewan Keamanan Nasional selama 25 tahun. Selain Bolivia, ia juga pernah bertugas di Argentina, Honduras, Meksiko, dan Republik Dominika.
AS dan Kuba memiliki hubungan yang buruk sejak Fidel Castro menggulingkan pemerintahan yang didukung AS lebih dari 60 tahun lalu. Amerika memberlakukan embargo perdagangan terhadap Kuba pada tahun 1960an. Mantan Presiden Barack Obama dan mantan Presiden Kuba Raul Castro mengambil langkah-langkah untuk menormalisasi hubungan pada 2015, meskipun mantan Presiden AS Donald Trump kemudian membatalkan banyak tindakan tersebut.
Dokumen pengadilan yang dibuka pada Senin (4/12/2023) menyatakan bahwa Rocha melakukan beberapa perjalanan ke Kuba, di mana ia membantu memajukan kepentingan para pejabat Kuba dari 1981 hingga saat ini.
Dokumen tersebut memberikan sedikit rincian informasi yang diduga dibagikan oleh Rocha, namun menguraikan operasi penyamaran Biro Investigasi Federal (FBI) yang menyebabkan penangkapannya.
Isi dokumen tuntutan tersebut juga menyebutkan pada November 2022, seorang agen FBI yang menyamar menghubungi Rocha melalui WhatsApp, mengaku sebagai perwakilan Badan Intelijen Kuba yang menyampaikan pesan dari "teman Anda dari Havana".
Rocha diduga beberapa kali setuju untuk bertemu dengan agen tersebut, termasuk sekali di food court, karena "tidak ada kemungkinan bagi siapa pun untuk melihat saya" di sana.
Selama tiga pertemuan dengan agen FBI yang menyamar, Rocha mulai membocorkan rincian tentang pengalamannya bekerja sebagai agen rahasia untuk pemerintah Kuba.
"Saya tahu persis bagaimana melakukannya dan tentu saja Dirección [badan intelijen Kuba] menemani saya... Ini adalah proses yang panjang dan tidak mudah," kata Rocha kepada agen FBI.
Dia berulang kali "menggambarkan dan merayakan aktivitasnya" bekerja sebagai agen badan intelijen Kuba.
Rocha diduga menggunakan istilah "kami" untuk menggambarkan Kuba dan dirinya sendiri, dan mengatakan ia ingin "melindungi apa yang telah kami lakukan".
Ketika agen tersebut, yang menyamar sebagai mata-mata Kuba, bertanya kepadanya "apakah Anda masih bersama kami?" Rocha menjawab bahwa dia "marah" karena kesetiaannya dipertanyakan.
"Ini seperti mempertanyakan kejantanan saya," katanya.
Dia juga pernah menyebut dirinya sebagai "yang bertanggung jawab" selama "penghancuran pesawat kecil". Jaksa menuduh bahwa ini merujuk pada penembakan dua pesawat tak bersenjata yang diterbangkan oleh kelompok anti-Castro, Brothers to the Rescue, yang berbasis di AS.
Insiden pada 1996 ini terjadi saat ia bekerja di Havana dan mengakibatkan empat orang tewas.
Mantan diplomat tersebut juga dituduh memberikan informasi palsu dan menyesatkan kepada pemerintah AS dan membuat pernyataan palsu untuk mendapatkan dokumen perjalanan.
Dalam penjelasannya pada Senin (4/12/2023), juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan departemennya akan bekerja sama dengan agen mata-mata AS untuk membatasi kerusakan apa pun yang disebabkan oleh dugaan pelanggaran keamanan.
“Dalam beberapa hari, minggu, bulan ke depan, kami akan bekerja sama dengan mitra kami di komunitas intelijen untuk menilai implikasi keamanan nasional jangka panjang terhadap masalah ini,” katanya kepada wartawan.
(Susi Susanti)