JAKARTA - Tujuan berdirinya Arakan Rohingya Salvation Army atau disingkat dengan sebutan ARSA perlu diketahui penjelasannya dengan lengkap dan tepat agar tidak salah kaprah.

Apakah Indonesia Wajib Menanggung Pengungsi Rohingya?
Sebab belakangan ini nama tersebut tengah menjadi topik perbincangan populer dunia dan kerap menimbulkan kesalahpahaman di benak masyarakat luas.
Lantas siapakah ARSA itu dan apa tujuan kelompok tersebut didirkan? Bagi kamu yang penasaran maka simak ulasan satu ini selengkapnya untuk menghindari kesalahpahaman.
Berikut Okezone telah merangkum berbagai sumber, Kamis (14/12/2023) terkait tujuan berdirinya ARSA (Arakan Rohingya Salvation Army)
Pengertian Arakan Rohingya Salvation Army
Melansir dari laman resmi Aljazeera, menjelaskan bahwa Tentara Solidaritas Rohingya Arakan (ARSA) merupakan sebuah kelompok pembela etnis Rohingya. Komunitas ini pertama kali dibuat setelah kerusuhan di Negara Bagian Rakhine pada tahun 2012, yang mana etnis Muslim Rohingya dijadikan sasaran oleh etnis Buddha Rakhine.
Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) beroperasi di negara bagian Rakhine di Myanmar utara, tempat sebagian besar warga Muslim Rohingya menghadapi penganiayaan.
Melansir dari sebuah situs jurnal, melalui penjelasan tersebut International Crisis Group (ICG) mengatakan anggota Arsa adalah pemuda Rohinya yang marah dengan tanggapan negara terhadap kerusuhan mematikan ini. Para pemuda yang mencoba melarikan diri dari wilayah tersebut biasanya dapat mencapai Malaysia melalui laut, namun angkatan laut Malaysia memblokir rute tersebut pada tahun 2015. Hal itu secara tidak langsung menyebabkan ribuan orang terdampar di laut dan lainnya mempertimbangkan untuk melakukan kekerasan.
Lantas pemberontakan antar kelompok etnis kian berjalan terus secara berkala hingga seiring berjalannya waktu semakin meningkat. ARSA yang sebelumnya dikenal dengan nama lain (termasuk Harakah alYaqin), telah membunuh lebih dari 20 orang, termasuk petugas polisi dan anggota pasukan keamanan.
Serangan terbesar terjadi pada tanggal 25 Agustus berimbas pada pemyerangan pos polisi di negara bagian Rakhinem yang menewaskan total 12 orang.