Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kisah Perjuangan Suster Katolik Lawan Penjajah Jepang di Malang Hingga Cacat Seumur Hidup

Avirista Midaada , Jurnalis-Selasa, 26 Desember 2023 |08:04 WIB
Kisah Perjuangan Suster Katolik Lawan Penjajah Jepang di Malang Hingga Cacat Seumur Hidup
Kisah Perjuangan Suster di Malang Lawan Penjajah Jepang/Foto: Okezone
A
A
A

JAKARTA - Perjuangan Indonesia melawan penjajah dilakukan oleh seluruh kaum pribumi, tak terkecuali para pemeluk agama kristen di Malang, Jawa Timur.

Saat itu di Malang semasa pemerintahan Jepang berkuasa seorang suster ursulin, berbangsa Indonesia Inigo Prawirataraoena. Dia merasakan betul bagaimana kekejaman Jepang, ketika memberikan pendidikan di Sekolah Cor Jesu, Kota Malang.

Suster Cor Jesu Lucia Anggraini menyatakan, saat itu dari sejumlah sekolah dasar di Malang, dan Indonesia oleh pemerintah Jepang diminta untuk ditutup. Tak terkecuali sebenarnya SD Cor Jesu, yang dibangun semasa kependudukan Belanda.

"Sama Jelang sekolah-sekolah itu ditutup, dia Suster Inigo ini kepala SD di sini saat itu, dia orang pribumi, berusaha mempertahankan sekolah, satu-satunya sekolah SD di zaman Jepang, yang lain-lain ditutup," kata Lucia Anggraini, ditemui Okezone di Sekolah Cor Jesu, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang.

 BACA JUGA:

Suster Inigo Prawirataraoena disebut Lucia, masuk ke ursulin dan bertugas di Sekolah Cor Jesu pada tahun 1941 - 1951. Di masa itu merupakan masa krusial, karena peralihan kekuasaan penjajah dari Belanda ke Jepang. Kebetulan Suster Inigo Prawirataraoena merupakan kepala sekolah di masa itu.

"(Suster Inigo Prawirataraoena) ini ngeyel, dia bisa bahasa jepang, bisa bahasa Belanda, dia ngeyel, kalau harus tetap berdiri, karena Jepang mengancam dia," ucapnya.

Perlawanan Suster Inigo membuat ia harus merelakan telinganya tuli karena kekejaman tentara Jepang. Saat itu Suster Inigo disebut diancam dengan senjata oleh tentara Jepang, tapi keberaniannya membuat ia harus cacat seumur hidupnya.

"Tentara Jepang itu meledakkan pistol di sebelah keningnya, sampai gendang telinganya pecah, jadi setelah itu tuli. Itu pengorbanan dia supaya anak-anak bisa sekolah," tuturnya.

Pilihan itu harus dilakukan sebab Jepang sudah menahan puluhan suster-suster dari Belanda, Inggris, yang menjadi musuh Jepang. Mereka ditahan dan dibawa ke kamp tahanan, sedangkan sekolah SD Cor Jesu, masih diperbolehkan beroperasi mendidik anak-anak dengan syarat harus menggunakan tenaga pendidik pribumi, keturunan Indonesia-Belanda, atau keturunan Tionghoa.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement